Sejak awal masa kampanya Presiden AS yang mempertemukan antara capres Joe Biden dan Donald Trump, saya sudah pernah menulis di beberapa artikel dan memprediksi Trump akan kembali menang untuk periode keduanya, apalagi di tengah jalan, Joe Biden akhirnya mundur dari bursa pencapresan dan digantikan Kamala Harris. Peluang trump menang menjadi jauh lebih besar.
Argumen kekalahan Biden sebenarnya sangatlah simple, Biden dianggap menjalankan pemerintahan AS dengan pola Bussiness as Usual, tidak ada banyak yang berubah, sedangkan rakyat AS menginginkan perubahan radikal bagi politik domestik dan luar negeri AS saat ini, rakyat AS menginginkan pemimpin AS yang mampu mendobrak, minimal mampu menjaga stabilitas dalam negeri dari bebrbagai isu strategis, dan yang mampu mensetop minimal 2 perang yang sedang berlangsung yaitu perang Palestina - Israel dan perang Rusia dan NATO di ukraina.
Biden sangat tidak diuntungkan dengan semua isu isu diatas, Biden mendukung genosida israel selama 15 bulan terhadap palestina, Biden juga mendukung Ukraina melawan Rusia hingga kini perang berjalan hampir memasuki tahun ke 4. Dibawah BIden, tidak kurang 50 miliar dolar digelontorkan AS untuk mendukung Israel melawan Hamas dan tidak kurang 200 miliar dolar digelontorkan AS ke Ukraina untuk melawan Rusia.
Memasuki era Trump jilid 2, overall, Trump akan kembali fokus dengan isu isu dalam negeri AS seperti ekonomi, imigran asing, kesehatan, inflasi, perbatasan, isu transgender, isu energi dll. trump akan sangat fokus dengan semua isu ini sesuai dengan janji dan platform dia yang dia tuangkan dalam janji janji kampanye nya selama ini.
Sedangkan untuk isu isu global, Trump baru baru ini melemparkan wacana akan mengakuisisi Greenland, mencaplok terusan Panama dan akan terlibat lebih agresif di wilayah artik, walaupun sebenarnya semua wacana ini sama sekali tidak termasuk dalam janji kampanye Trump dimasa pilpres.
Wacana wacana Trump di greenland, artik, dan terusan Panama dilihat lebih kepada sebuah retorika daripada sebuah aksi, Trump kemungkinan tidak akan melangkah lebih jauh dengan wacana wacana ini, karena cost politiknya akan sangat mahal, terutama akan memecah aliansi AS dengan NATO yang sudah berjalan selama puluhan tahun bahkan akan mendapatkan penentangan global yang lebih luas. Jadi wacana wacana baru ini kemungkinan besar tidak akan dieksekusi oleh trump.
Di era jilid 2 ini, Trump kemungkinan akan dipaksa melanjutkan PR PR yang tidak selesai di era Trump jilid pertama 2016-2020 lalu, diantaranya adalah masalah perang dagang dan kenaikan tarif dengan China, yang akan ditambah sekarang kenaikan tarif melebar ke negara lain termasuk Kanada, Mexico, Jepang sampai Korea Selatang yang merupakan adalah aliansi AS itu sendiri. Juga perang urat saraf dengan semua anggota aliansi BRICS dalam isu ekonomi terutama.
Konsentrasi trump nanti akan fokus soal kebijakan “China Containment Policy” yang sudah dilucurkan Trump sejak pemerintahan jilid pertama dia Januari 2018 lalu, ditambah dengan kebijakan tambahan strategis lain terkait dengan perang yang masih berlangsung di Ukraina.
Trump mewarisi PR perang di ukraina yang dimulai oleh Biden. PR di ukraina bukan PR yang mudah bagi Trump nanti. Dan secara keseluruhan, kesibukan melawan China dan menghandle perang di Ukraina kemungkinan akan menyedot sebagian besar energi Trump selama 4 tahun kedepan. Ditambah dengan PR PR dalam negeri yang juga tidak kecil.
Perang di Ukraina sangat sulit berhenti, karena bola tidak ada di tangan Trump, bola perang ukraina ada di tangan Presiden Putin, Putin kecil kemungkinan akan menyerah dan mau melakukan negosiasi apapun dengan trump terkait ukraina kecuali dengan dua opsi. Pertama, Ukraina harus jadi negara netral dan dilarang masuk ke aliansi NATO, dan yang kedua, semua wilayah yang sudah direbut oleh rusia dari ukraina sejak perang pecah febuari 2022 harus diakui dunia internasional sebagai wilayah sah rusia selamanya. Dua syarat ini yang tidak akan mudah diterima oleh Trump maupun aliansi NATO.
Dalam konteks Timur Tengah, Trump kemungkinan akan melakukan konsolidasi all out bersama dengan negara proxy seperti Arab Saudi, Mesir, dan sekarang ditambah Suriah pasca tumbangnya Assad untuk melakukan tekanan lebih besar terhadap Iran, Trump akan fokus melakukan “Iran Containment Policy” yang semakin dalam, terutama menghentikan program nulkir Iran dengan segala cara.
Dalam konteks Plaestina Israel, Trump besar kemungkinan akan meng-approve semua proyek dan program PM Isarel Netanyahu terhadap proyek baru israel di Palestina, diantaranya melanjutkan proyek Abraham Accords, mengeksekusi peta baru timur tengah seperti peta baru yang dibaawa Netanyahu, yaitu timur tengah tanpa Palestina, dan Palestina tanpa tepi barat.
Netanyahu menginginkan palestina hanya tersisa satu kecamatan di Jalur Gaza, sedangkan wilayah besar palestina di tepi barat yang merupakan 90?ri total keseleuruhan wilayah teritorial palestina hari ini akan dicaplok dan dikuasai israel secara menyeluruh, pelan dan pasti. Israel memiliki goal akhir yaitu mengusir semua rakyat palestina keluar negeri atau melakukan ethnic cleansing permersihan etnis dengan genosida jangka panjang sampai sisa rakyat palestina yang boleh menetap di palestina kurang dari 20%. Inilah peta baru israel di timur tengah yang kemungkianan akan direstui oleh Trump walaupun dengan semua konsekuensi global yang akan mengikuti kebijakan ini.
Peta baru timur tengah ini sebenarnya sudah disampaikan oleh Netanyahu di depan forum global bahkan sejak sebelum ada serangan 7 oktober 2023 lalu, dan setelah perang selama i 15 bulan ini berhenti, maka peta itu akan kembali dilanjutkan oleh israel yang akan berkolaborasi dengan pemerintahan ekstrem AS saat ini yang dipimpin Trump.
Jika kita melihat poin poin kampanye Trump kemarin terutama tentang poin poin Israel dan Palestina, kemungkinan peta baru itu akan di approve oleh gedung putih, itulah yang saya sering sampaikan bahwa masa masa sulit akan menanti Palestina dimasa masa mendatang. Dibutuhkan tekanan global yang ekstra besar terhadap Trump da Netanyahu untuk menghadang proyek proyek besar ini di Palestina, yang sampai saat ini kita tidak tahu siapa yang mampu melakukan tekanan ini.
Perubahan besar era Trump akan terjadi terutama dengan China dan Rusia, dan juga dengan dunia islam dalam konteks proteksi terhadap israel, Trump butuh energi sangat besar untuk menghadapi Xi Jinping dan Putin, baik dalam isu perang dagang, perang ukraina dan potensi perang di taiwan. tapi agenda ke timur tengah dan Palestina kemungkinan tidak akan menemui hambatan berarti bagi Trump untuk mengeksekusi peta baru koalisi Trump-Netanyahu di masa masa mendatang.
Banyaknya konfli yang dihadapi Trump kali ini akan membuat dia memilah milih mana yang akan menjadi prioritas, Rusia dan China adalah prioritas bagi Trump, memisahkan China dengan Rusia adalah langkan yang akan dilakukan Trump. Caranya, menghnetikan perang di Ukraina, Perang Ukraina yang dimulai oleh Biden ini membawa Rusia mejadi sangat dekat dengan China dan hal ini sangat merugikan bagi kebijakan luar negeri AS.
Sedangkan apa yang akan dilakukan Trump di timur tengah tidak akan ada banyak yang berubah, Trump hanya akan fokus pada menjaga eksistensi israel dan terus menjadikan israel sebagai aset strategis utama AS di timur tengah sebagai alat geopolitik dalam menghadapi dunia arab dan lebih luasnya dunia islam secara menyeluruh.
Dengan kondisi duni arab yang terpecah dan pemimpin arab yang tidak peduli dengan isu Palestina, nyaris hanya tersisa beberapa negara yang bisa diharapkan oleh Palestina seperti Indonesia, Qatar, atau Turki atau yang sejenisnya. Tapi dalam konteks global, kekuatan diplomasi dan advokasi ketiga negara muslim ini masih sangat minimalis dan belum memiliki kekuatan yang cukup untuk face to face dengan AS atau Israel saat ini. Spesifik isu palestina, Ini kira kira PR pahit dunia islam dimasa mendatang dibawan pemerintahan Trump jilid 2.
Editor : Redaksi