Wapres Gibran Buka Gebyar ABG, Dorong Kolaborasi Nasional untuk Kemandirian Obat
15 November 2025 21:15
Jampidum meminta Kajati Sulsel mengawasi proses penghentian perkara di daerah. Jangan sampai dimainkan oknum jaksa nakal.
MAKASSAR, BUKAMATA -- Jampidum, Fadil Zuhmana meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, untuk benar-benar mengawal serta mengawasi penerapan penghentian penuntutan oleh jajarannya di daerah.

Pemberhentian penuntutan ini kata Fadil, memang sudah dapat diterapkan oleh Jaksa di seluruh Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan. Kewenangan baru yang diberikan pada Jaksa dalam menangani perkara tindak pidana itu menurutnya, telah diatur dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 50 Tahun 2020.
"Alhamdulillah bapak Jaksa Agung pada tanggal 2 Juli 2020 telah meluncurkan Perjak ini, sehingga sudah dapat diterapkan seluruh Jaksa di Indonesia, termasuk di Sulsel," ungkapnya.
Namun meski begitu, Fadil menilai, kewenangan baru tersebut harus diawasi secara ketat. Ia khawatir kewenangan itu disalahgunakan Jaksa-jaksa di daerah.
"Pak Jaksa Agung sudah berkali-kali berpesan, kebijakan ini harus dikawal ketat. Jangan sampai disalahgunakan untuk kepentingan yang di luar peruntukan kewenangan ini," tegasnya.
Lebih lanjut kata Fadil, kewenangan pemberhentian penuntutan ini, hanya dimungkinkan untuk dilakukan oleh Jaksa. Ketika perkara itu masuk kategori atau memenuhi syarat sebagaimana ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) No. 15 Tahun 2020.
"Pemberhentian Penuntutan ini memang akan sangat mungkin untuk disalahgunakan oknum-oknum Jaksa yang tidak bertanggung jawab. Makanya saya harap Kajati harus benar-benar mengawal, mengawasi dan mengontrol," ujarnya.
Dalam Perjak 15 Tahun 2020 kata Fadil, pemberhentian penuntutan hanya dapat diberikan pada pelaku tindak pidana yang baru sekali melakukan tindak pidana.
"Jadi tidak bisa kalau kalau pelaku merupakan orang yang sudah pernah melakukan tindak pidana sebelumnya,"ujarnya.
Yang kedua sebut Fadil, penghentian penuntutan diberlakukan pada mereka yang tindak pidananya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, kemudian yang ketiga nilai kerugian materil yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta.
"Pada prinsipnya kewenangan ini diberikan pada Jaksa tidak lain untuk terwujudnya dan berjalannya keadilan restoratif justice dalam penanganan perkara. Di mana dengan pendekatan tersebut, terjadi pemilihan kembali, tercipta keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku yang kita harapkan tidak berujung dengan pembalasan dendam," pungkasnya.
15 November 2025 21:15
15 November 2025 17:18
15 November 2025 17:11
15 November 2025 14:46
15 November 2025 14:14