Wapres Gibran Buka Gebyar ABG, Dorong Kolaborasi Nasional untuk Kemandirian Obat
15 November 2025 21:15
Tan begitu sakit. Putri kandungnya diselingkuhi menantunya. Dia pun menghabisi sang menantu, lalu duduk menunggu polisi.
SINGAPURA, BUKAMATA - Tiga tahun kasus pembunuhan itu berlalu. Hakim Pengadilan Tinggi Singapura sudah menjatuhkan palu. Putusan sudah jatuh, Tan Nam Seng dijatuhi hukuman 8,5 tahun penjara. Itu setelah dia menghabisi nyawa menantunya, Spencer Tuppani.

The Straits Times melansir peristiwa pembunuhan itu. Siang itu, pukul 13.20 waktu setempat, 10 Juli 2017. Tan Nam Seng (72), menggenggam erat sebilah pisau. Lalu mendatangi menantunya, Spencer Tuppani (39) di kedai kopi Jalan Telok Ayer.
Hatinya terlampau sakit. Putrinya, Shyller Tan yang juga istri Tuppani, diselingkuhi. Tuppani punya anak dari wanita lain. Bos kapal di Singapura itu pun nekat menghabisi nyawa menantunya dengan sebilah pisau. Warga yang ada di TKP, terkejut dan histeris.
Tan rupanya sudah lama memendam kemarahan, mengenai perlakuan Tuppani terhadap putri tercintanya Shyller.
Pelaku mengaku, Tuppani sudah dianggapnya sebagai putra sendiri. Namun, dia telah mengkhianatinya.
Dalam persidangan juga terungkap, keluarga Tuppani termasuk ibu dan adiknya, tinggal di rumah Tan.
Tuppani bahkan mempekerjakan mereka di perusahaan yang dipimpin mertuanya. Tan tidak keberatan dan mengizinkannya.
Hubungan mertua dan menantu itu mulai retak, setelah Tan mendapati Tuppani memiliki dua anak dari selingkuhannya.
Bahkan, Tuppani rupanya diam-diam berencana menceraikan Shyller. Dia merekam pertengkarannya dengan istri yang sudah dinikahinya 12 tahun itu, untuk dijadikan bukti gugatan perceraian.
Tuppani mencoba meyakinkan mertuanya, kalau pun perceraian harus terjadi dia tidak akan meminta hak asuh anak.
Kesabaran Tan akhirnya habis, ketika dia dan putrinya hanya mendapatkan separuh uang dari hasil penjualan perusahaan yang dipimpinnya.
Tuppani adalah sosok yang mendesak Tan untuk menjual perusahaan yang Tan rintis dengan susah payah pada tahun 1974.
Alasannya, penjualan itu karena kondisi keuangan perusahaan yang tidak begitu sehat. Tan yang mengakui kemampuan berbisnis Tuppani, memilih mempercayakan segalanya kepada si menantu.
Tan semakin yakin, bahwa sejak awal Tuppani telah merencanakan untuk menceraikan putrinya, merebut kendali perusahaan, dan mengambil hak asuh anak.
Kondisi kesehatan fisik dan mentalnya kian merosot. Tan mengalami susah tidur.
Siang itu, setibanya di kantor, Tan menuju ke dapur mengambil sebilah pisau.
Dia lalu ke kedai kopi Tan menghampiri Tuppani. “Kamu memang keterlaluan,” ujarnya dengan nada tinggi.
Tak lama, dia mengeluarkan pisau dari dalam tas kecilnya dan menusukkan ke dada korban tiga kali.
Tuppani sempat mencoba berlari sambil memegang dadanya yang bersimbah darah. Tetapi akhirnya, jatuh pingsan di restoran sebelah di Jalan Boon Tat. Tak lama, dia meninggal di tempat itu.
Tan kemudian menendang wajah menantunya itu dua kali. Dia juga menghalau kerumuman yang kaget bukan kepalang melihat apa yang baru terjadi.
"Ini menantu saya, tidak perlu tolong dia, dia pantas mati," ujarnya ke kerumunan warga sambil menunjuk jasad menantunya.
Tan dengan tenang lalu meletakkan pisau di samping meja. Di kedai itu, dia duduk menunggu kedatangan polisi.
Sambil menunggu polisi, dia menelepon putrinya. ”Ayah tidak bisa tidur kemarin malam. Ayah sudah melakukannya. Jangan menangis. Ayah sudah tua. Ayah tidak takut masuk penjara,” ujarnya.
Saat polisi tiba di lokasi, Tan lalu menyerahkan diri tanpa perlawanan.
Dia mengaku bersalah di pengadilan.
Sepanjang proses pengadilan, Tan terus menyampaikan perbuatannya didasari oleh kasih sayang seorang ayah terhadap putrinya.
Tan diketahui menderita depresi, karena kecemasan akan nasib putrinya disertai konflik dengan Tuppani.
“Ayah sangat mencintai keluarganya. Tidak ada yang ingin hal ini terjadi,” Shyller berkata setelah mengetahui vonis yang harus dijalani ayahnya.
15 November 2025 21:15
15 November 2025 17:18
15 November 2025 17:11
15 November 2025 14:46
15 November 2025 14:14