MAKASSAR, BUKAMATA - Andi Arni Esa Putri Abram (24), berurai air mata. Dia menceritakan detik-detik dia dan ayahnya, Andi Baso Ryadi Mappasulle (46) mempertahankan jasad almarhumah ibunya di RS Bhayangkara Polda Sulsel, agar tak dibawa petugas Covid-19 ke pemakaman khusus Covid-19 di Macanda, Gowa.
Mengenakan batik pink dan jilbab hitam, gadis bertahi lalat di antara kedua matanya itu mengatakan, ibunya Nurhayani Abram (48) meninggal di RS Bhayangkara Polda Sulsel, Jumat, 15 Mei 2020 lalu.
Ibunya divonis Pasien Dalam Pemantauan (PDP), padahal kata dia, ibunya meninggal karena stroke disebabkan pembuluh darah pecah di otak sebelah kanan. Namun tim gugus Covid-19 ngotot memakamkan almarhumah dengan protokol Covid-19 di Macanda, Gowa.
Baca Juga :
Arni dan ayahnya, berusaha untuk membawa jenazah ibunya pulang ke rumahnya di Gowa dan hendak memakamkannya secara layak di kampung halamannya, di Bulukumba.
Di dalam IGD, Arni sudah memohon-mohon, namun tim gugus kata Arni menolak.
"Bahkan pada akhirnya, Etta saya bersujud mencium sepatu pimpinan tim gugus untuk memohon, tetapi mereka menolak," ujar Arni. Butir bening terus mengalir dari pipinya.
Malahan lanjut Arni, mereka dibohongi. Tim gugus berusaha membujuk mereka untuk membicarakannya baik-baik, sambil tim medis mengkafankan jenazah.
"Etta saya pun terbujuk dan keluar dari IGD untuk berbicara tim gugus. Sebelumnya, dokter (pak haji sebutannya), menjanjikan akan menyalatkan Ummi dan tidak akan memasukkan Ummi ke dalam peti serta akan menunggu Etta saya kembali untuk melakukan salat jenazah sama-sama. Namun, semua itu bohong," urai Arni.
Menurut Arni, ketika ayahnya keluar dari IGD, tinggallah dia dan para tim medis. Mereka mulai melakukan proses pengkafanan. "Ternyata Ummi hanya di-tayammum, diperlakukan seperti jenazah Covid. Disemprot disinfektan. Setelah dikafankan, mereka mau memasukkan Ummi ke dalam peti. Saya menolak. Bukan itu perjanjian awal," kisah Arni.
Namun, Arni kalah tenaga oleh petugas gugus. Dia dihalangi petugas gugus yang tiba-tiba menyeretnya menjauh dari peti. Mereka memasukkan jenazah almarhumah ke dalam peti dan menutupnya.
Arni mencoba berlari ke peti, tapi usahanya sia-sia. Tenaganya kalah. Dia disekap hingga tak bisa bergerak. "Malah saya terseret jatuh ke lantai dan baju saya ditarik. Mereka mulai melakukan salat jenazah tanpa menunggu Etta saya. Mereka membohongi kami," ungkap Arni.
Petugas gugus lanjut Arni, membawa peti tersebut sambil berlari-lari. Dia dihalangi untuk mendekat. Arni jatuh terseret saat mengejar peti jenazah ibunya. Dia kembali bangun dan berlari namun kembali dihalangi.
Sampai di depan rumah sakit, Arni melihat ayahnya sudah tidur di bawah mobil jenazah, menggunakan tubuhnya untuk memblokir agar mobil itu tak beranjak. "Ternyata Etta saya juga disekap. Dilarang untuk masuk ke IGD sedari tadi. Adik saya, Adel berusaha ingin mendekati peti karena tak diizinkan masuk IGD sejak semalam untuk melihat Ummi yang terakhir kalinya, tetapi Adel dihalangi polisi dengan tameng," beber Arni.
Arni naik ke kap depan mobil jenazah, berharap untuk terakhir kalinya, tim gugus memberikan jenazah ibunya untuk dibawa pulang. Namun, Arni kembali diseret oleh petugas dan terjatuh ke tanah.
Mobil jenazah melaju dengan cepat. Ayah Arni mengambil sepeda motornya, Yamaha N-Max. Lalu membonceng Arni dan dua adeknya Adel serta Alya, mengejar ambulans itu.
"Kami bonceng 4. Hanya Allah SWT yang mampu melindungi kami agar tidak terjadi kecelakaan di jalan," urai Arni.
Setiba di Macanda, tempat pemakaman khusus jenazah Covid-19, mereka kembali dihalangi untuk mengikuti proses pemakaman. Hanya bisa sampai gerbang saja. "Mereka sungguh tak punya nurani. Mereka menguburkan jenazah yang jelas-jelas bukan Covid di pekuburan khusus covid dan mempetikannya. Astagfirullah," ujar Arni.
"Dan setelah melakukan pemakaman, mereka meninggalkan kami begitu saja. Seandainya Ummi kami PDP, tidak adakah tindakan dari tim medis kepada kami? Apalagi kepada saya yang menemani Ummi di RS hingga meninggal sampai memeluk saat mempertahankan jenazah Ummi agar tak dibawa," papar Arni.

Lima hari usai pemakaman, tepatnya 22 Mei 2020, hasil tes swab yang dilakukan pada 16 Mei 2020 telah keluar. Ditandatangani Kepala Urusan Pelayanan Medik RS Bhayangkara, Kompol dr Syarif Hidayatullah, Sp.OT.,M.Kes. Hasilnya, tes swab terhadap almarhumah Nurhayani Abram negatif.
"Saya menuntut keadilan untuk Ummi kami. Kami ingin memindahkan jenazah Ummi kami yang jelas-jelas negatif Covid. Apa hak mereka menahan jenazah Ummi kami di pemakaman itu," ungkapnya.
Andi Baso Ryadi Mappasulle hari ini rencana memasukkan surat secara resmi soal pemindahan jenazah istrinya ke tim gugus tugas provinsi. Andi Baso berharap permohonannya disetujui. Jika tidak, dia akan mengadu ke DPRD Sulsel.
"Kalau memang tidak ada tanggapan segala macam, baru kita lakukan tindakan hukum, menggugat tim gugus secara resmi," tegasnya dengan mata memerah.