Tipikor Polres Jeneponto Limpahkan Kepala Desa Tersangka Korupsi Aset ke Kejaksaan
22 Oktober 2025 23:48
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1 triliun lebih. Temuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
JAKARTA, BUKAMATANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penanganan perkara dugaan korupsi kuota haji khusus berjalan tanpa intervensi dari pihak manapun. KPK menegaskan bahwa proses penyidikan tersebut masih terus berjalan dan fokus pendalaman keterangan dari para saksi.
"Dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait Kuota Haji, tidak ada intervensi. Kami pastikan penyidikan masih berprogres, dan penyidik terus memanggil serta meminta keterangan dari para saksi," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Jumat, 17 Oktober 2025.
Menurutnya, banyak pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan PIHK, dengan praktik dan mekanisme yang berbeda-beda di lapangan. "Penyidik mendalami bagaimana mekanisme jual beli kuota haji khusus, penetapan harga, serta proses pelayanan ibadah hajinya," kata Budi.
KPK saat ini sedang mendalami praktik jual beli kuota haji khusus oleh sejumlah pihak penyelenggara negara atau pejabat di Kemenag. "Karena itu, kami fokus pada pangkal persoalannya, yaitu proses diskresi yang dilakukan oleh Kementerian Agama," kata Budi.
Dalam penyidikan, KPK menemukan bukti adanya permintaan uang percepatan keberangkatan haji oleh oknum Kemenag kepada jamaah. Modusnya, jamaah yang seharusnya menunggu antrean 1–2 tahun dijanjikan bisa berangkat di tahun yang sama (T-0), dengan syarat membayar sejumlah uang percepatan mulai dari USD2.400 hingga USD7.000 per kuota.
"Kalau tidak salah 2.400 US dolar sampai dengan 7.000 US dolar per kuota," kata Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu yang dikutip, Jumat, 19 September 2025.
Diketahui, KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, yang artinya belum ada tersangka meski sudah ada sprindik. Apalagi, pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari dalam proses penyidikan berjalan.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1 triliun lebih. Temuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
KPK juga menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang. "Pasti ketika kami menyampaikan atau mengumumkan update penyidikan perkara ini dengan mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka," ujar Budi.
Kasus ini berawal dari kebijakan Yaqut Cholil Qoumas yang mengubah alokasi tambahan 20.000 kuota haji periode 2023–2024. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Seharusnya menetapkan rasio 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, Kebijakan Yaqut membuat 50 persen:50 persen.
Penyimpangan alokasi ini diduga membuka praktik jual beli kuota haji khusus oleh oknum di Kemenag dan biro perjalanan. Akibatnya, calon jemaah yang seharusnya antre bertahun-tahun dapat langsung berangkat dengan membayar sejumlah uang. (*)
22 Oktober 2025 23:48
22 Oktober 2025 21:13
22 Oktober 2025 17:45