JAKARTA, BUKAMATANEWS - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar menegaskan bahwa proses penyelenggaraan pemilihan wali kota telah dilakukan sesuai aturan, membantah tuduhan menyulitkan pemilih menggunakan hak pilih seperti yang disampaikan Pasangan Calon Nomor Urut 3, Indira Yusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi, dalam sidang sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kuasa hukum KPU Kota Makassar, Zahru Arqom, dalam sidang pendahuluan perkara Nomor 218/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, menyatakan bahwa seluruh tahapan pemilu, termasuk penentuan Tempat Pemungutan Suara (TPS), telah dilaksanakan sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Penyusunan Daftar Pemilih.
“Kami menyusun pemetaan TPS berdasarkan Kartu Keluarga (KK) agar anggota keluarga dalam satu KK tidak dipisahkan di TPS yang berbeda,” ujar Zahru.
Zahru menegaskan bahwa distribusi Formulir C-Pemberitahuan kepada pemilih juga telah dilakukan secara maksimal. Bahkan di wilayah terjauh seperti Kecamatan Pulau Sangkarang, formulir telah diserahkan pada 21 November 2024, jauh sebelum hari pemungutan suara.
Ia juga memaparkan bahwa jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilwalkot Makassar mencapai 1.037.164, dengan tingkat partisipasi pemilih sebesar 57 persen. Meski sedikit menurun dibandingkan partisipasi tahun sebelumnya, Zahru menolak tuduhan bahwa KPU sengaja menghambat pemilih.
“Kami pastikan tidak ada upaya yang merugikan atau menguntungkan pasangan calon tertentu,” tegasnya.
Pasangan Calon Nomor Urut 1, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika, melalui kuasa hukumnya Damang, turut membantah tuduhan adanya keterlibatan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebagai bagian dari tim pemenangan.
“Tidak ada laporan atau bukti bahwa KPPS direkrut menjadi tim sukses kami,” ujar Damang.
Ketua Bawaslu Kota Makassar, Dede Arwinsyah, juga memastikan bahwa tidak ditemukan pelanggaran terkait KPPS yang mengarahkan pemilih. Adapun insiden di TPS 28 Kelurahan Batua, di mana seorang anggota KPPS mendampingi pemilih hingga bilik suara, dilakukan atas dasar permintaan pendampingan bagi pemilih lanjut usia.
Sebelumnya, Pemohon menuduh adanya pelanggaran terstruktur dan sistematis yang menyulitkan pemilih, termasuk tuduhan manipulasi daftar hadir dengan tanda tangan fiktif. Pemohon mengklaim menemukan anomali dalam penempatan pemilih satu KK di TPS berbeda dan adanya “pemilih siluman” yang diduga menandatangani Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT).
Namun, KPU Kota Makassar dan pihak terkait telah menepis semua tuduhan tersebut, menyatakan bahwa seluruh proses berjalan transparan dan sesuai prosedur.
BERITA TERKAIT
-
MK Perintahkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Baru Awasi ASN
-
Drama Pilwalkot Palopo: Dari PSU hingga Mahkamah Konstitusi, Naili–Akhmad Menang Lewat Jalan Terjal
-
Mulai 2029, Pemilu Nasional dan Daerah Resmi Dipisah, Mahkamah Konstitusi Ubah Desain Pemilu Indonesia
-
Partai Gelora akan Kawal Implementasi Putusan MK soal Sekolah Gratis
-
Hari Ini, Walhi Bakal Gugat Pasal Lingkungan Hidup UU Ciptaker ke MK