Wiwi
Wiwi

Selasa, 01 Oktober 2024 08:15

UU Pilkada Digugat, Pemohon Minta Pendidikan Calon Kepala Daerah Minimal S1

UU Pilkada Digugat, Pemohon Minta Pendidikan Calon Kepala Daerah Minimal S1

Menurut pemohon, tingkat pendidikan calon kepala daerah yang hanya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tidak sejalan dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa.

BUKAMATA - Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) digugat ke Mahkamah Konstitusi, Senin (30/9/2024).

Pemohon adalah Zulferinanda. Dia secara spesifik mengujikan syarat pendidikan dan batas usia bagi calon kepala daerah yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c dan huruf e UU Pilkada.

Menurut pemohon, tingkat pendidikan calon kepala daerah yang hanya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tidak sejalan dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa.

Padahal usia minimal untuk menjadi calon gubernur atau calon wakil gubernur adalah 30 tahun, dan calon bupati atau walikota minimal 25 tahun.

"Jika yang bersangkutan dengan usia segitu hanya lulusan SLTA atau sederajat pula, kira-kira faktor apa yang bisa dijadikan argumentasi untuk tetap memajukannya sebagai calon kepala daerah," ujar Zulferiananda.

Dia meragukan para calon kepala daerah yang hanya berbekal ijazah SLTA sederajat memiliki strategi mengoptimalkan pendapatan asli daerah. Karena para calon dinilai tidak mengetahui metodologi yang akan diterapkan untuk menggapai optimalisasi tersebut.

Pemohon juga menilai, seorang sarjana juga memiliki mindset, perspektif, dan paradigma yang jauh lebih matang dibandingkan lulusan SLTA.

"Jangankan untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, kemampuan yang bersangkutan dalam memimpin sebuah tim besar yang bernama pemerintahan daerah saja masih diragukan," tutur Zulferiananda.

Sebab itu, dia mengajukan petitum agar Mahkamah menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dia meminta agar pasal itu perlu diubah atau diganti bunyi pada Pasal 7 ayat (2) huruf c tersebut dari “berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat” menjadi “berpendidikan paling rendah sarjana atau sederajat”.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam nasihat Majelis Sidang Panel mengatakan persoalan yang diujikan Pemohon telah pernah diajukan ke MK. Dalam perkara serupa, diputus bahwa menyoal salah satu poin yang didalilkan berupa usia calon kepala daerah telah dinyatakan MK sebagai kewenangan dari pembentuk undang-undang.

Untuk itu, Arief meminta agar pemohon harus benar-benar menjabarkan perbedaan dari permohonannya dengan perkara sebelumnya. “Prinsip ini adalah open legal policy, MK akan bergeser keyakinan apabila benar-benar diuraikan dengan jelas dan kuat disertai dengan dilengkapi dengan argumentasi yang meyakinkan,” jelas Arief.

#ruu pilkada #Mahkamah Agung #digugat