Redaksi
Redaksi

Selasa, 05 September 2023 21:42

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar

Kontroversi Pemanggilan Cak Imin oleh KPK: Penegakan Hukum atau Alat Politik?

Dia juga menekankan pentingnya KPK sebagai lembaga antikorupsi untuk tetap independen dalam upaya pemberantasan korupsi.

BUKAMATANEWS - Ketua Pemenangan Pemilu Partai Nasdem, Effendy Choirie yang akrab disapa Gus Choi, mempertanyakan keras pemanggilan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, ada keraguan apakah pemanggilan tersebut benar-benar terkait dengan penegakan hukum atau memiliki motif politik yang tersembunyi.

Kasus korupsi yang terkait dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang berkaitan dengan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) terjadi pada tahun 2012, ketika Muhaimin masih menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam periode 2009-2014.

Gus Choi menyatakan, "Kami tidak secara otomatis mengatakan bahwa (KPK) terlibat dalam politik, namun kami memiliki kecurigaan bahwa langkah KPK ini mungkin tidak sepenuhnya didasarkan pada hukum. Ketika kami memiliki keraguan semacam itu, InsyaAllah kami tidak keliru, karena pemeriksaan terhadap Cak Imin (Abdul Muhaimin Iskandar) diumumkan tepat setelah pengumuman pencalonan cawapres."

Dia juga menekankan pentingnya KPK sebagai lembaga antikorupsi untuk tetap independen dalam upaya pemberantasan korupsi. Lebih lanjut, dia menyatakan kekhawatiran bahwa lembaga ini tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk menjatuhkan individu atau kelompok tertentu.

Gus Choi mengemukakan, "Selama 11 tahun, tidak ada perkembangan dalam proses hukum ini, dan tiba-tiba, ketika Cak Imin dideklarasikan sebagai cawapres, KPK muncul kembali. Apakah ini sebuah proses hukum ataukah politik? Apakah KPK masih berperan sebagai lembaga penegak hukum dalam konteks pemberantasan korupsi, ataukah telah menjadi alat politik?"

Abdullah Hehamahua, seorang mantan penasihat KPK, juga menilai pemanggilan KPK terhadap Muhaimin sebagai bukti bahwa lembaga ini saat ini telah digunakan sebagai alat politik. Dia mengungkapkan bahwa saat ini KPK dianggap sebagai milik Istana, dan prosesnya cenderung dipengaruhi oleh faktor politik.

"Kita tahu bahwa KPK saat ini terkendali oleh Istana, sehingga semua hal menjadi proses Istana. Jadi jika Istana menginginkannya, maka itulah yang terjadi. Misalnya, jika Cak Imin berada di satu kubu politik, maka KPK tidak akan berbicara," ungkap Abdullah.

Dia juga merinci bahwa ketika dia masih berada di KPK selama delapan tahun, mereka memiliki kesepakatan dengan DPR untuk menunda status tersangka bagi calon yang mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Kesepakatan ini dibuat untuk mencegah KPK digunakan sebagai alat politik, dengan penanganan kasus hanya setelah pemilihan umum berlangsung.

Abdullah menjelaskan, "Kenapa? Karena KPK tidak ingin menjadi alat politik, tetapi lembaga hukum. Jadi jika misalnya Cak Imin memenuhi persyaratan dan terpilih sebagai wakil presiden, baru kemudian kasusnya bisa diproses."

#Muhaimin Iskandar #KPK #Pemilu 2024

Berita Populer