Dewi Yuliani
Dewi Yuliani

Minggu, 07 Agustus 2022 16:44

Ilustrasi
Ilustrasi

Tak Libatkan Masyarakat, Dishub Sulsel Diminta Kaji Ulang Penyesuaian Tarif Transportasi Online

Penyesuaian tarif yang tidak melibatkan masyarakat akan mengakibatkan resistensi, karena adanya ketidaksesuaian antara kemampuan dan daya bayar masyarakat.

MAKASSAR, BUKAMATA - Dinas Perhubungan Sulsel diminta agar melibatkan masyarakat, serta tetap mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, dalam proses penyesuaian tarif transportasi online.

Diketahui, Dishub Sulsel telah mengusulkan perubahan tarif transportasi online, dengan tarif batas atas Rp 6.924/km diusulkan pembulatan menjadi Rp 7.000/km. Dan tarif batas bawah Rp 5.326/km dibulatkan menjadi Rp 5.500/km. Angka ini ditetapkan hanya berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK).

Berdasarkan Permenhub No 118 Tahun 2018, disebutkan, besaran tarif angkutan sewa khusus di Wilayah II yaitu Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua, tarif batas atas sebesar Rp 6.500/km dan tarif batas bawah Rp 3.700/km.

Akademisi Universitas Bosowa, Ali Anas, mengkritisi proses penyesuaian tarif tranportasi online yang cenderung dilakukan sepihak, tanpa melibatkan masyarakat.

"Saya melihat ada yang terlewatkan dari proses yang dilakukan Dishub. Dimana dalam hal ini adalah pelibatan atau partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, dan itu yang sekiranya agak kurang dan barangkali terlewatkan," ujar Ali Anas, Minggu, 7 Agustus 2022.

"Padahal dalam Permenhub jelas dikatakan, agar senantiasa dalam proses kenaikan tarif dibutuhkan partisipasi dan peran serta masyarakat. Nah ini yang terlewatkan oleh Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Dishub," sambungnya.

Penyesuaian tarif yang tidak melibatkan masyarakat, kata Ali Anas, akan mengakibatkan resistensi, karena adanya ketidaksesuaian antara kemampuan dan daya bayar masyarakat. Ia berharap, pemerintah provinsi bisa melakukan kajian ulang, karena tidak adanya partisipasi masyarakat dalam penyesuaian tarif ini.

"Masyarakat sebagai end user. Tujuan utama dari sebuah kebijakan adalah pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat yang akan terdampak, dan akan mengalami. Karena itu, sekarang tidak ada kebijakan yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Inilah yang harus dipahami oleh pemerintah provinsi. Jadi tidak boleh pemerintah sekarang show up sendiri," jelasnya.

Ia juga menkritisi soal usulan tarif yang hanya dihitung berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK). Menurutnya, harus dilakukan kajian atau penyusunan naskah akademik, yang disusun dan dibuat oleh mereka yang memiliki kapabilitas, dalam hal ini akademisi atau perguruan tinggi. Karena naskah akademik ini akan diawali dengan proses penelitian.

"Tidak bisa pemerintah mengambil kebijakan sendiri, menyesuaikan tarif hanya berdasarkan BOK, apalagi itu diklaim sebagai naskah akademik. Harus ada riset," imbuhnya.

Ali Anas juga mengingatkan agar pemerintah provinsi dalam membuat sebuah regulasi, tetap mengacu pada tata urutan aturan perundang-undangan. Dalam hal ini adalah Permenhub No 118 Tahun 2018. Apalagi, Kemenhub sebelum menetapkan tarif batas atas dan batas bawah tentunya sudah melakukan kajian terhadap daya bayar atau kemampuan masyarakat di wilayah tersebut, sehingga menjadi rujukan secara nasional.

Sebelumnya, Komisi D Bidang Pembangunan (DPRD) Sulsel menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait progres penyesuaian tarif angkutan khusus bersama Dinas Perhububungan Sulsel dan komunitas driver, Selasa, 2 Agustus 2022 lalu. Dalam RDP itu, Dishub dan komunitas driver menyepakati adanya penyesuaian tarif. (*)

#Transportasi online #Ojek Online #Dishub sulsel #Kementrian Perhubungan