Wapres Gibran Buka Gebyar ABG, Dorong Kolaborasi Nasional untuk Kemandirian Obat
15 November 2025 21:15
Bagi Dyas, suksesnya tak lepas dari doa ibu. Bagi dia, doa ibu adalah perpanjangann tangan Tuhan.
MAKASSAR, BUKAMATA - Dipandu Kina Aulia, Bukamatanews.id berkesempatan berbincang santai dengan Kepala BPN Makassar, Yan Septedyas, ST., SH. dalam program "Ngedate", sebuah program audiovisual dari Bukamatanwes.id.

Perbincangan itu di bawah pohon rindang di Hotel Gammara Makassar. Saat gerimis membasuh area poolbar salah satu hotel di kawasan Tanjung Bunga, Kota Makassar itu.
Pada kesempatan itu, pria yang akrab disapa Dyas ini, setiap hari memiliki rutinitas ke kantor. Berangkat pagi. Pulang agak larut sekitar pukul 19.00 Wita. Hanya bisa menggunakan waktu olahraga Sabtu. Olahraga yang ditekuninya adalah jogging dan berenang.
Dyas menghabiskan masa kecil hingga remaja di Tegal, Jawa Tengah. Sebuah kota di pesisir pantai utara Jawa. Terkenal dengan wartegnya akronim dari Warung Tegal.
Usai lulus di SMA, Dyas lalu kuliah di Yogyakarta. Dia ikut sekolah ikatan dinas pertanahan di sana. Dulu sekolah itu di bawah Kemendagri. Pada 1988 menjadi Akademi Pertanahan Nasional di bawah Badan Pertanahan Nasional.
Dyas di Yogya sejak 1987. Sebelum di Akademi Pertanahan Nasional, dia sebenarnya kuliah di UII pada 1987. Cuma sampai semester 3. Dia memutuskan cabut saat diterima di Akademi Pertanahan Nasional.
Lulus 1992, kembali ke BPN Tegal. Lalu ditarik ke Jakarta, jadi ajudan menteri dari 1993.
Sebelum ke Jakarta, Dyas menikah dengan teman kuliahnya di Yogya. Wanita Bugis. Dia lalu membawa istri ke Semarang, lalu ke Jakarta. Dari Jakarta dia lalu ke Makassar. Di Makassar kata Dyas, dirinya baru satu tahun.
Dyas begitu menikmati pekerjaannya di BPN. Dia banyak keluar untuk melakukan pengukuran di lapangan. Dia sudah terbiasa. Pasalnya, pernah ikut organisasi Resimen Mahasiswa atau Menwa yang punya latihan-latihan SAR.
"Saya dulu aktivis Menwa. Komandan Resimen Mahasiswa di Akademi Pertanahan Nasional. Saya komandan batalyon 11," ujarnya.
Dyas sebenarnya waktu SMA bercita-cita jadi tentara. Tapi garis berkata lain, dia ikut seleksi Akademi Pertanahan Nasional dan tahun kedua langsung diangkat jadi PNS.
Perjalanan kariernya dari staf, tugas belajar. Dia lama di bidang survei pengukuran. Dia terbiasa di lapangan. Dari pagi sampai sore. Dengan medan yang berat. Pinggir pantai, tambak, banyak rawa-rawa, payao. Kalau sampai sore banyak nyamuk.
"Saya di kanwil melakukan survei untuk HGU. Banyak sukanya. Karena saya lebih melihatnya traveling. Waktu di Menwa banyak kegiatan langsung ke alam. Punya kegiaytan seperti SAR. Kita latihan di bukit, lembah, goa, sungai, laut. Jadi saya menikmatinya," terangnya.
Pengalaman yang tidak terlupakan bagi Dyas adalah waktu SMA. "Bapak saya sakit. Kemudian saya masuk di UII, lalu ada pendaftaran akademi agraria. Saya sampaikan ke ibu saya, testing ini sama dengan Akabri Bu. Berat. Rupanya ibu memberi support. Waktu itu bapak sudah meninggal," beber Dyas. Ada butir bening membayang di matanya.
"Ada pendaftaran Akademi Agraria, saya sedikit hopeles. Karena itu satu-satunya di Indonesia. Ibu memberi support. Alhamdulillah, dengan support ibu, saya bisa lulus," tambahnya.
Pada 2016, ibu Dyas wafat. Dia tak sempat melihat Dyas menduduki jabatan Kepala Kanwil pada 2018. "Saya bersyukur dididik ibu," ucapnya lirih.
Dyas mengaku sudah lama mempraktekkan Bhineka Tunggal Ika. Saat orang-orang baru berbicara, Dyas sudah mengimplementasikan. "Saya orang Jawa. Saya punya istri orang Bugis Makassar. Saya sudah mengimplementasikan (bhineka tunggal ika) dalam kehidupan nyata," jelasnya.
Dyas mengaku beruntung beristri orang Bugis. Mertuanya tinggal di Makassar. Anaknya yang tertua sampai sekarang masih dia panggil Aco, sapaan bagi anak laki-laki di Bugis.
Bagi Dyas, suksesnya tak lepas dari doa ibu. Bagi dia, doa ibu adalah perpanjangann tangan Tuhan.
Dalam bekerja, Dyas mengaku selalu enjoi. Pasalnya, setiap mendapat amanat, dia selalu bersyukur. Karena dengan rasa syukur dalam bekerja, tidak ada pekerjaan yang berat.
Dalam bekerja lanjut Dyas, akan bertemu dengan orang. "Kalau saya bekerja dengan orang, saya akan memperlakukan orang itu selayaknya orang. Dengan amanat saya seorang pemimpin, saya menganut kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, bahwa pemimpin itu berada di depan memberikan contoh, harus memberi semamgat kepada staf seperti yang digariskan insitutsi, harus memberi kesempatan kepada staf atau bawahannya untuk tampil. Seorang pemimin yang baik harus memberi teladan pada masa akan datang. Staf bukan kompetitor, tapi adalah kader yang harus dibimbing," paparnya.
Dyas juga bersyukur ditugaskan ke Makassar. Sehingga, dia punya kesempatan berbakti kepada ibu mertua. "Saya pribadi bisa berbakti kepada orang tua. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan berbakti kepada ibu. Bagi saya ibu mertua dan ibu kandung sama saja, mereka adalah orang tua kita," pungkasnya.
15 November 2025 21:15
15 November 2025 17:18
15 November 2025 17:11
15 November 2025 14:46
15 November 2025 14:14