
Usai Dibakar Hidup-hidup, Waria Asal Makassar Sempat Berjalan Pulang hingga Tersungkur di Samping Musala
Mira gagu. Tak kuasa membela diri saat 25 sopir dan kenek menudingnya mencuri dompet. Waria asal Makassar itu pasrah saat preman Cilincing menyiramnya bensin lalu menyalakan korek api.
CILINCING, BUKAMATA - Mira, seorang waria asal Makassar, Sulsel. Dia hanya lulusan SD. Dia pergi dari rumah karena penolakan keluarga atas gendernya. Dia mengadu nasib ke Jakarta tanpa modal, tanpa KTP. Bahkan tak seorang pun tahu nama aslinya, hingga dia menutup mata usai dibakar hidup-hidup centeng tempat parkir truk kontainer, Cilincing.

Andreas Harsono, seorang peneliti Human Rights Watch, mengulas kembali kisah Mira, dalam webnya, andreasharsono.net.
Dinihari itu, Sabtu, 4 April 2020. Mira baru saja hendak mengatupkan mata di kamar kontrakannya yang sederhana, di Gang Salak, Cilincing, ketika dijemput beberapa preman. Dia dituduh mencuri dompet seorang sopir truk berinisial KM, yang menjadi pelanggannya. Mira membantah. Di subuh yang dingin itu, dia pun dibawa ke Longroom New Priok Container, Cilincing. Jaraknya 500 meter dari kontrakannya. Naik sepeda motor.
Mira bersedia ikut karena kenal baik dengan preman yang menjemputnya. Di tempat parkir truk di Cilincing, pelabuhan Tanjung Priok, di utara metropolitan Jakarta itu, dia dipertemukan dengan KM, si pemilik dompet, seorang sopir truk yang mengadu kepada beberapa preman, yang menjaga tempat tersebut.
Mira, yang berprofesi sebagai pekerja seks dan sering mangkal di tempat parkir truk itu. Dia membantah mencuri dompet. Namun, sang sopir terus melancarkan tuduhan. Ada sekitar 25 sopir, kenek, kuli angkutan, menyaksikan. Mira terdesak, tak kuasa membela diri. Seorang waria, seorang pekerja seks yang mulai menua, adalah minoritas ganda yang terlalu sering disingkirkan, dianggap menyimpang dan tak berdaya menghadapi tuduhan di tengah malam di sebuah tempat yang keras di Jakarta.
Beberapa preman menunjuk-nunjuk kepalanya, memukulnya. Mira lemas, jongkok. Lirih dia tetap membantah. Seorang jagoan meningkatkan intimidasi dengan menuangkan dua liter bensin ke kepala Mira. Dia diancam dibakar. Hanya Orin, sesama waria, buang suara dan minta panggil polisi. Korek api dinyalakan, didekatkan ke muka Mira. Entah sengaja, entah tidak –sesuatu yang akan selalu jadi perdebatan—percik api jatuh ke pakaian dan tubuh Mira.
Wuuuuuuuusss.
Membara dengan cepat, api membakar rambutnya, sampai gundul, wajahnya gosong.
Semua lari. Sopir, kenek, semuanya membubarkan diri. Orin, rekan Mira sesama waria, juga lari. Mira dibakar hidup-hidup.
"Yang bakar itu berusaha memadamkan, disiram pakai air. Terus bajunya Mira dilepasin, akhirnya ada got, Mira digeret dan dipadamkan gitu," kata Orin.
Mira lantas keluar dari got, dalam tubuh penuh luka, bangkit, jalan kaki, terseok-seok mau balik ke kontrakan. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Dia jatuh terduduk dekat musala sampai beberapa orang datang, mencari bantuan. Mira dibawa ke rumah sakit Koja ketika azan subuh mulai bergema di Cilincing.
Keesokan harinya, Minggu, 5 April 2020, Mira meninggal dunia. Para kenalan dan kawan mengumpulkan sumbangan Rp4 juta –dikumpulkan lewat Bu RT— buat membayar rumah sakit dan mengubur Mira.
"Waria adalah bagian dari minoritas gender yang sering disingkat LGBTIQ –istilah bahasa Inggris, artinya, lesbian, gay, biseksual, transgender, intersex dan queer. Mereka mengalami diskriminasi, penghinaan, penangkapan, ironisnya, sesudah Reformasi mulai bergulir di Indonesia," ujar Andreas Harsono.
Andreas mengutip “Catatan Kelam 12 Tahun Persekusi LGBT di Indonesia” karya Arus Pelangi, 88 persen korban kriminalisasi LGBTIQ adalah para transgender atau waria.
Arus Pelangi mencatat, ada 49 produk hukum dan kebijakan di Indonesia yang diskriminatif dan bisa dipakai buat kriminalisasi LGBTIQ. Mulai dari UU Anti Pornografi 2008 –menilai kegiatan seks sesama jenis sebagai “menyimpang”—sampai Qanun Jinayah 2014 di Aceh yang menghukum individu yang terlibat kegiatan tersebut maksimal 100 cambukan atau penjara 100 bulan.
Polsek Cilincing menangkap si sopir dan beberapa preman dengan dugaan “pengeroyokan” –bukan pembunuhan— juga memeriksa Orin. Tanpa KTP, polisi bingung mencantumkan umur Mira. Bahkan nama lahirnya juga tak diketahui. Seseorang menyebut asal saja, Mira berumur 42 tahun.
Kapolres Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto dalam jumpa pers di Polres Jakarta Utara, Jl Yos Sudarso, Jakarta Utara, dilansir dari detik, Rabu (8/4/2020) lalu menyebut, ada enam pelaku. Tiga sudah tertangkap, tiga lainnya masih diburu.
"Para tersangka 6 orang menyambungkan dengan cerita-cerita yang disampaikan saksi lain, bahwa diduga kalau orang habis bertemu atau kumpul dengan MR atau TM selalu kehilangan barang atau HP, sehingga para tersangka ini ambil kesimpulan bahwa pelakunya adalah MR atau TR," terang Budhi seperti dikutip dari Detik.
News Feed
Kominfo Makassar Tingkatkan Kapasitas OPD Lewat Bimtek Arsitektur SPBE
23 Oktober 2025 19:40
Kurang dari 24 Jam, Polisi Berhasil Tangkap Pelaku Curanmor di Bontocani Bone
23 Oktober 2025 17:54
13.224 PPPK Kemenag Dilantik, Termuda Usia 20 Tahunan
23 Oktober 2025 17:47