Redaksi : Rabu, 25 Maret 2020 13:01
Ilustrasi

KOLOMBIA, BUKAMATA - Mewabahnya virus corona di Kolombia, membuat negara itu memberlakukan lockdown. Ternyata, ada sekelompok pembunuh yang memanfaatkan itu untuk menghabisi aktivis.

Dilansir dari Guardian, kelompok bersenjata Kolombia itu, memburu dan membunuh aktivis. Pihak organisasi non-profit setempat mengingatkan hal tersebut.

Ketika kota-kota di seluruh negeri memperkenalkan langkah-langkah karantina lokal pada minggu lalu, tiga pemimpin gerakan sosial tewas dibunuh. Lalu ketika negara itu bersiap melakukan isolasi nasional pada hari Rabu, para aktivis sudah memperingatkan, bahwa akan lebih banyak pembunuhan yang bisa terjadi.

Marco Rivadeneira, seorang aktivis terkenal di Kolombia ,tewas dibunuh di selatan Provinsi Putumayo. kemudian Alexis Vergara ditembak mati di bagian barat wilayah Cauca. Selain itu ada aktivis Ivo Humberto Bracamonte yang juga tewas dibunuh di perbatasan timur dengan Venezuela.

Kolombia merupakan salah satu negara yang paling berbahaya bagi aktivis dan pemimpin-pemimpin kelompok masyarakat, yang sering kali dikecam oleh kelompok-kelompok bersenjata yang memperjuangkan teritorinya.

Sejak adanya Perjanjian Damai pada 2017 dengan angkatan bersenjata revolusioner Kolombia (FARC), 271 aktivis telah terbunuh. Saat ini ketika pemerintah Kolombia fokus menangani pandemi Covid-19, malah jadi kesempatan emas kelompok bersenjata dan paramiliter liar, memburu dan membunuhi para aktivis. 

“Saya mendapat semakin banyak ancaman pembunuhan sejak orang-orang membicarakan virus Corona," kata Carloz Paez, seorang aktivis bidang agraria di wilayah peternakan dekat perbatasan utara dengan Panama.

Beberapa kelompok bersenjata adalah gerilyawan pemberontak FARC, yang menolak menyerahkan senjata mereka. Sementara yang lainnya milik tentara pemberontak yang lebih kecil dan milisi paramiliter sayap kanan.

Adapun ideologi mereka tak lain adalah menghasilkan uang dari perdagangan narkoba, penambangan ilegal, pemerasan hingga penyerobotan lahan. Selama ini para aktivis masyarakat menjadi penghalang bagi kelompok kartel narkoba yang beringas itu.

Kantor Komisi HAM PBB untuk  pada pekan lalu melaporkan, kelompok-kelompok bersenjata terus melakukan pelanggaran HAM brutal di wilayah Choco, Provinsi Paez. Tiga orang dipenggal dengan satu dieksekusi di depan desa mereka dan seorang wanita hamil dibunuh.

Sebuah koalisi LSM setempat dengan lebih dari 100 komunitas pedesaan, menyerukan gencatan senjata di antara kelompok-kelompok bersenjata selama wabah COVID-19 berlangsung.

Banyak aktivis dan pengamat menuduh, Presiden Ivan Duque tidak berbuat banyak untuk melindungi warganya, khususnya dari aktivis dan tokoh masyarakat.