MAKASSAR, BUKAMATANEWS - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof Firdaus Muhammad, menilai, fenomena perpindahan kader antar partai politik yang marak menjelang Pemilu bukan merupakan bentuk "transfer" sebagaimana istilah di dunia olahraga, melainkan keputusan personal dan strategi politik yang saling menguntungkan antara individu dan partai.
Prof Firdaus menjelaskan bahwa istilah transfer politik sering disalahartikan. "Transfer itu seperti pemain bola, ada harganya, ada transaksi. Tapi dalam politik, tidak ada proses seperti itu," ujarnya.
Menurutnya, perpindahan kader lebih didasari oleh dua hal utama. Pertama, pertimbangan pribadi politisi seperti konflik internal, minimnya peluang berkembang, atau keinginan mencari wadah baru yang lebih menjanjikan bagi karier politik mereka.
"Kedua, manuver partai politik, yakni strategi partai besar yang aktif merekrut tokoh berpengaruh dari partai lain untuk memperkuat basis suara dan jaringan politik," jelasnya, Rabu, 15 Oktober 2025.
Firdaus mencontohkan langkah Partai NasDem di Sulsel yang berhasil merekrut banyak tokoh daerah, hingga mampu menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak di wilayah tersebut.
"Manuver politik yang dilakukan Rusdi Masse luar biasa. NasDem memanggil, dan banyak tokoh datang. Hasilnya, NasDem jadi pemenang," katanya.
Namun, ia menegaskan bahwa strategi semacam itu tetap memiliki risiko. "Ketika banyak tokoh masuk, tentu distribusi jabatan tidak bisa merata. Ada yang jadi dewan penasehat, tapi tidak punya bargaining position," ujarnya menambahkan.
Prof Firdaus juga menyoroti fenomena dinasti politik yang kini dianggap hal lumrah di Indonesia. Ia menilai bahwa perbedaan afiliasi partai dalam satu keluarga bukanlah bentuk kontradiksi, melainkan strategi untuk memperluas jaringan kekuasaan.
"Bapaknya bisa di NasDem, anaknya di PSI, itu seperti membangun anak perusahaan politik. Tujuannya agar kekuasaan tetap berjalan di banyak lini," jelasnya.
Sementara itu, terkait munculnya figur militer dalam partai seperti Mayjen (Purn) Andi Muhammad yang kini bergabung dengan Hanura, Firdaus menilai langkah tersebut sebagai upaya memperkuat basis dan membangun kembali loyalitas kader.
"Pak Andi itu figur besar, punya jaringan luas, dan wawasan kebangsaan. Tantangannya sekarang adalah bagaimana beliau bisa membesarkan partainya," tuturnya.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa kekuatan partai politik saat ini tidak lagi diukur dari tokoh tunggal, tetapi dari kemampuan partai menghasilkan kader dan kursi legislatif.
"Sekarang bukan soal jagonya, tapi berapa gol yang dicetak partai itu di parlemen," pungkas Prof Firdaus. (*)
Penulis: Nur Muallimah Putri.S
BERITA TERKAIT
-
Mahasiswa Peternakan UIN Alauddin Makassar Tebar Kepedulian di Hari Pangan Internasional
-
Dua Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Magang di Sat Brimob Polda Sulsel, AKBP Nur Ichsan Siap Beri Dukungan
-
Indira Mulyasari Ungkap Pilih PSI, Sebut Masyarakat Percaya Mata daripada Telinga
-
September Hitam UIN Makassar: Panggung Perlawanan, Menggugat Keadilan yang Hilang Lewat Diskusi dan Bedah Buku
-
Menag Minta UIN Alauddin dan Kanwil Kemenag Sulsel Jadi Lokomotif Peradaban Ilmu Pengetahuan Islam Modern