Redaksi
Redaksi

Kamis, 20 Maret 2025 11:09

Prof. Didik J. Rachbini, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Rektor Universitas Paramadina
Prof. Didik J. Rachbini, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Rektor Universitas Paramadina

Gejolak Pasar Modal Indonesia: IHSG Anjlok, Investor Asing Tarik Dana !

Didik menyoroti kebijakan fiskal pemerintah yang turut mempengaruhi kepercayaan pasar. Defisit anggaran yang melebar, penerimaan pajak yang seret, serta pengelolaan APBN yang kurang transparan semakin memperburuk kondisi ekonomi.

JAKARTA, BUKAMATANEWS – Pasar modal Indonesia mengalami tekanan signifikan dalam beberapa hari terakhir, yang ditandai dengan penurunan tajam harga saham. Menanggapi kondisi ini, Prof. Didik J. Rachbini, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Rektor Universitas Paramadina, menegaskan bahwa faktor utama yang memicu gejolak ini adalah dinamika ekonomi politik yang tidak stabil.

"Pasar modal adalah alarm atau wake-up call terhadap politik dan kebijakan pemerintah. Faktor utama yang menyebabkan kejatuhan saham adalah politik. Pemerintah dan para pemimpin harus menyadari bahwa lebih dari dua pertiga masalah ekonomi berakar pada politik, sementara tantangan terbesar dalam politik justru adalah ekonomi," ujar Prof. Didik dalam rilis yang diterima redaksi, Rabu (19/3).

Ia menjelaskan bahwa kehadiran pemerintahan baru umumnya disambut positif oleh pasar, karena pemilu dianggap sebagai penyegaran kepemimpinan. Namun, ketika proses demokrasi diwarnai oleh tekanan, politik uang, dan penyimpangan yang memanipulasi suara rakyat, pasar justru merespons dengan skeptis.

"Pasar menolak politik ekonomi dan kebijakan yang tidak dipercaya. Hal ini terlihat dari modal yang hengkang ke luar negeri atau beralih ke instrumen yang lebih aman dari pengaruh politik," lanjutnya.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat turun lebih dari 11% dalam tiga bulan terakhir, dari 7.163 menjadi 6.146. Salah satu faktor utama yang disorot adalah kebijakan ekonomi yang dianggap tidak terencana dengan baik, seperti pembentukan Danantara yang disahkan DPR dalam waktu singkat.

"Konsep Danantara memang menarik, seperti Temasek di Singapura. Namun, eksekusi yang terburu-buru dan kurang transparan justru menciptakan ketidakpastian di pasar. Terbukti, setelah Danantara diresmikan pada 24 Februari 2025, investor asing langsung menarik Rp 24 triliun, termasuk Rp 3,47 triliun dalam sehari," paparnya.

Menurut Prof. Didik, kesalahan ini harus segera diperbaiki dengan mendekati pasar dan membangun hubungan yang lebih bersahabat. "Pemerintah tidak bisa terus-menerus membuat kebijakan mendadak dan berharap pasar akan menerimanya begitu saja. Transparansi dan komunikasi yang baik dengan investor sangat penting," tegasnya.

Lebih lanjut, Prof. Didik menyoroti kebijakan fiskal pemerintah yang turut mempengaruhi kepercayaan pasar. Defisit anggaran yang melebar, penerimaan pajak yang seret, serta pengelolaan APBN yang kurang transparan semakin memperburuk kondisi ekonomi.

"Ketidakpercayaan terhadap APBN juga menjadi penyebab utama ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan pemerintah. Masalah utang yang kerap dikritik publik sering direspons dengan penyangkalan dan sikap meremehkan masukan dari para ahli ekonomi," ujarnya.

Ia memperingatkan bahwa jika pemerintah tidak segera membuka diri untuk perbaikan, dampaknya akan semakin besar. "Kepercayaan pasar akan terus merosot, investor akan bersikap wait and see, dan investasi bisa stagnan. Modal yang keluar akan menggerus likuiditas, sehingga menekan nilai tukar rupiah," tambahnya.

Sektor riil juga tidak luput dari dampak ketidakstabilan pasar modal. Sektor industri, terutama yang berorientasi pada program hilirisasi, akan mengalami kesulitan dalam mengakses pendanaan. Emiten yang berencana melakukan IPO atau rights issue kemungkinan akan menunda aksi korporasi akibat valuasi yang melemah.

"Apakah target pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang dijanjikan dalam kampanye bisa tercapai? Untuk saat ini, mimpi itu harus ditunda. Pemerintah perlu segera merangkul pasar dan menyusun kebijakan yang lebih bersahabat dengan investor," pungkasnya.

#IHSG #Universitas Paramadina