BUKAMATA - Israel dilaporkan telah membunuh Saleh al-Arouri, wakil pemimpin Hamas, dalam serangan drone di ibu kota Lebanon, Beirut. Pembunuhan ini meningkatkan risiko perang di Gaza meluas di luar wilayah Palestina.
Al-Arouri, 57 tahun, merupakan pemimpin Hamas senior pertama yang tewas sejak Israel melancarkan serangan udara dan darat melawan kelompok tersebut hampir tiga bulan lalu. Israel menuduh al-Arouri terlibat dalam serangan mematikan terhadap warganya.
Hezbollah, kelompok bersenjata Lebanon yang menjadi sekutu Hamas, telah terlibat dalam pertempuran hampir setiap hari dengan Israel di perbatasan selatan Lebanon sejak perang di Gaza dimulai pada Oktober.
Pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, memperingatkan Israel untuk tidak melakukan pembunuhan di tanah Lebanon dengan mengancam "reaksi yang keras."
Israel tidak mengkonfirmasi atau membantah keterlibatan dalam pembunuhan tersebut, tetapi juru bicara militer Israel, Rear Admiral Daniel Hagari, menyatakan bahwa pasukan Israel siap menghadapi berbagai skenario dan fokus untuk melawan Hamas.
Pembunuhan ini juga meningkatkan ketegangan di tengah upaya perundingan antara Qatar, Mesir, dan Hamas mengenai hasil perang di Gaza serta pembebasan tawanan Israel yang dipegang oleh Hamas.
Para pejabat Hamas mengutuk pembunuhan tersebut, sementara Iran, pendukung utama Hamas dan Hezbollah, menyatakan bahwa tindakan ini akan "membakar semangat perlawanan" terhadap pendudukan Zionis.
Pada saat yang sama, Gaza terus dilanda konflik dengan Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan 207 kematian dalam 24 jam terakhir, menjadikan total kematian warga Palestina mencapai 22.185 selama hampir tiga bulan perang.
Upaya gencatan senjata yang diajukan oleh Mesir dan Qatar dihadapi dengan tantangan, dengan Hamas menuntut "penghentian penuh" serangan Israel sebagai syarat untuk melepaskan lebih banyak tawanan.
Peristiwa ini juga mengingatkan dunia akan serangan Israel terhadap Rumah Sakit Al Shifa di Gaza pada November tahun lalu, yang menimbulkan kekhawatiran global terkait nasib warga sipil dan pasien.
Israel mengklaim bahwa Hamas menggunakan terowongan di bawah rumah sakit sebagai markas besar dan menggunakan pasien sebagai perisai, sebuah tuduhan yang dibantah oleh Hamas.
Situasi ini semakin memperumit prospek negara Palestina merdeka dan menambah ketidakpastian mengenai masa depan Gaza jika Israel berhasil menghancurkan Hamas.
Pernyataan kontroversial dari menteri kabinet Israel yang mengadvokasi pemukiman ulang Palestina di luar Gaza turut menimbulkan kekhawatiran internasional dan dikecam oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sebagai "provokatif dan tidak bertanggung jawab."
Pertumbuhan ketegangan ini menunjukkan eskalasi konflik yang semakin kompleks, memerlukan upaya diplomatik lebih lanjut untuk mencapai perdamaian di wilayah tersebut.
BERITA TERKAIT
-
Pejabat Sepak Bola Israel Heran FIFA dan UEFA Belum Jatuhi Sanksi Terkait Serangan di Gaza
-
Panggilan Perang Diplomasi: Qatar Kumpulkan Kekuatan Arab-Islam Lawan Israel
-
Indonesia dan OKI Kecam Rencana Kontrol Penuh Militer Israel atas Jalur Gaza
-
6.000 Truk Bantuan Kemanusiaan Tertahan, Gaza Terancam Kelaparan Massal di Tengah Perang Narasi
-
Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza dan Keluarga Tewas Dibunuh Israel