Dewi Yuliani
Dewi Yuliani

Selasa, 19 September 2023 19:07

Emirsyah Satar
Emirsyah Satar

Kasus Pengadaan Pesawat, Emirsyah Satar Didakwa Rugikan Negara Rp8,8 Triliun

Perbuatan korupsi ini diĀ­lakukan bersama sejumlah peĀ­jabat Garuda dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

BUKAMATA - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, kembali diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Emirsyah didakwa merugikan negara Rp8,8 triliun dalam pengadaan pesawat.

Perbuatan korupsi ini di­lakukan bersama sejumlah pe­jabat Garuda dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

"Terdakwa Emirsyah Satar secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda yang merupakan rahasia perusahaan kepada Soetikno Soedarjo untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc, yang merupakan Commercial Advisor dari Bom­bardier," kata Jaksa saat membacakan su­rat dakwaannya.

Emirsyah telah mengubah rencana pengadaan pesawat di bawah 100 kursi tanpa lebih dulu ditetapkan dalam Rencana Jang­ka Panjang Perusahaan (RJPP). Untuk memuluskan rencana ini, Emirsyah dilakukan ka­jian kelayakan atau feasibility study mengenai pengadaan pe­sawat 90 kursi.

Emirsyah juga memerintahkan mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat dari pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) menjadi pendeka­tan economic subkriteria Net Value Present (NVP) dan Route Result, tanpa persetujuan Dewan Direksi.

"Dengan tujuan untuk memenangkan pesawat Bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia," sambung Jaksa.

Emirsyah bersekongkol dengan Soetikno Soedarno dan Bernard Duc untuk menyajikan data-data analisa tentang kelebihan pesawat Bombardier CRJ-1000 diband­ingkan dengan Embraer E-190. Tujuannya untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat PT Garuda. Meskipun, pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan kon­sep bisnis PT Garuda sebagai perusahaan penerbangan yang menyediakan layanan full service.

Emirsyah juga memberikan persetujuan untuk pengadaan pesawat turbo propeller tanpa ada kajian kelayakan serta belum ditetapkan dalam RJPP maupun RKAP. "Di mana tipe pesawat tersebut tidak sesuai dengan sistem layanan penerbang­an Low Cost Carrier PT Citilink Indonesia yang kemudian dalam pengadaannya diambil alih oleh PT Garuda," sambung Jaksa.

Selanjutnya, Emirsyah melaku­kan Pembayaran Pre Delivery Payment (PDP) Pembelian Pesawat ATR 72-600 kepada Manufactur ATR sebesar 3.089.300 dolar Ameri­ka. Padahal mekanisme pengadaan ATR dilakukan secara sewa.

Emirsyah juga memerintah­kan pembayaran PDP pembelian Pesawat CRJ-1000 kepada Bom­bardier sebesar 33.916.003,80 dolar Amerika padahal me­kanisme pengadaan CRJ-1000 dilakukan secara sewa.

Perbuatan itu menyebabkan kerugian negara sebesar 609 juta dolar Amerika atau setara Rp8,8 triliun. Emirsyah pun didakwa melakukan korupsi sebagai Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

(*)

 

#Korupsi pengadaan pesawat #PT Garuda Indonesia #Emirsyah Satar