Cegah Kecurangan, BKKBN Sulsel Gandeng BPKP Sosialisasi Fraud Control Plan
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2021 berada pada angka 38. Angka ini menggambarkan perilaku cenderung korupsi, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian potensi terjadinya kecurangan yang berujung pada tindak korupsi.
MAKASSAR, BUKAMATA – Untuk meningkatkan akuntabiltas pelaksanaan Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), khususnya dalam mencegah tindak kecurangan (Fraud), Perwakilan BKKBN Provinsi Sulsel bersama BPKP, melaksanakan Sosialisasi Fraud Control Plan (FCP), di Ruang Pola Kantor BKKBN Sulsel, Jumat, 21 Oktober 2022.

Kepala BKKBN Sulsel, Andi Ritamariani, mengatakan, BPKP selama ini telah melakukan pendampingan kepada BKKBN Sulsel dalam pelaksanaan kegiatan dan telah melakukan pembinaan terkait manajemen risiko.
Untuk mencegah terjadinya kecurangan, lanjut Andi Rita, harus dimulai dari diri sendiri. Untuk itu, seluruh pegawai harus selalu menjunjung integritas dalam bekerja, bersama-sama berkomitmen mewujudkan pelayanan prima.
"Biasanya pelaku kecurangan merasa bahwa tindakannya yang dilakukan bukan merupakan suatu kecurangan, tetapi merupakan haknya. Bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi," ungkap Andi Rita.
Ia berharap, pertemuan ini dapat meningkatkan pengetahuan pegawai akan bentuk-bentuk kecurangan, sehingga dapat menghindari perilaku tersebut. Sekaligus menghilangkan potensi kecurangan dalam penyelenggaran Program Bangga Kencana.
"Setiap pegawai harus mampu mengidentifikasi potensi-potensi kecurangan yang dapat terjadi di bidangnya masing-masing. Untuk itu, melalui kegiatan sosialisasi bersama BPKP, akan memberikan kita tambahan wawasan bagaimana mencegah kecurangan itu," terang Andi Rita.
Koordinator Pengawasan Perwakilan BPKP Provinsi Sulsel, Himler, menyebutkan, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2021 berada pada angka 38. Angka ini menggambarkan perilaku cenderung korupsi, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian potensi terjadinya kecurangan yang berujung pada tindak korupsi.
"Tidak ada satupun organisasi yang bebas dari resiko kecurangan. Untuk itu, perlu dilakukan pengendalian agar potensi kecurangan itu tidak terjadi," ujar Himler.
Ia mengatakan, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi membagi tindak kecurangan dalam tujuh klasifikasi. Yaitu kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Menurutnya, penyebab kecurangan dapat terjadi karena adanya kesempatan (opportunity), sebagai akibat lemahnya pengendalian internal dalam organisasi tersebut. Kesempatan dengan memanfaatkan jabatan mendorong setiap individu untuk melakukan kecurangan.
"Adanya motivasi dan dorongan kebutuhan dapat membuat seseorang mencari melakukan kecurangan," ujarnya.
Himler berharap agar setiap organisasi melakukan pengendalian potensi terjadinya kecurangan dan tindak pidana korupsi, yang bisa menyebabkan kerugian negara.
"Kebijakan antikecurangan dapat dilakukan dengan membuat kerangka regulasi, dilanjutkan pernyataan komitmen pimpinan diikuti seluruh jajaran dalam mewujudkan budaya antikecurangan dalam organisasi," tutup Himler. (*)
News Feed
Kominfo Makassar Tingkatkan Kapasitas OPD Lewat Bimtek Arsitektur SPBE
23 Oktober 2025 19:40
Kurang dari 24 Jam, Polisi Berhasil Tangkap Pelaku Curanmor di Bontocani Bone
23 Oktober 2025 17:54
13.224 PPPK Kemenag Dilantik, Termuda Usia 20 Tahunan
23 Oktober 2025 17:47
