MAKASSAR, BUKAMATA - Angka perceraian yang cukup tinggi di Indonesia, ternyata banyak dipicu oleh skandal di sosial media. Anggota Komnas Perempuan, Prof Alimatul Qibtiyah, mengungkapkan, 80 persen perceraian dipicu oleh sosial media.
"Pada umumnya di masyarakat Indonesia, teknologinya cepat banget, tapi soal literasi digital lebih lambat. Sehingga, banyak masyarakat kita yang tidak menyadari relasi resiko di dunia digital. Kadang-kadang upload yang sifatnya personal," kata Prof Alimatul di Makassar, kemarin.
Ia mengungkapkan, kurangnya literasi digital mengakibatkan munculnya berbagai persoalan, termasuk perceraian. Era digital semakin memudahkan untuk mencari keberadaan orang lain, sehingga banyak terjadi cinta lama bersemi kembali di sosial media.
"Misalnya, di masa lalu sama-sama suka, tapi karena tidak diomongin, nanti saat di sosial media atau saat reuni baru ketahuan. 20 tahun menikah, kemudian komunikasi lagi di sosial media, baru tau kalau dulu pernah sama-sama suka," ujarnya.
"Orang yang pernah mengatakan dia suka sama kita, itu akan tetap beda cara kita memperlakukan dia. Itu akan jadi persoalan. Apalagi kalau dipupuk, ditambah misalnya kalau si perempuannya ada masalah dengan pasangan," sambungnya lagi.
Prof Alimatul mengungkapkan, komitmen sangat dibutuhkan oleh kedua belah pihak agar terhindar dari perceraian. Termasuk kedekatan emosi dan gairah.
"Dan salah satu kecerdasan digital bersama pasangan, jika kamu tidak boleh mendapatkan pasword ponsel pasanganmu, maka mulailah curiga. Karena kalau dari kedekatan emosi, maka seharusnya kan tidak ada lagi rahasia antara pasangan suami isteri," terangnya.
Sekedar informasi, menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Tanah Air mencapai 447.743 kasus pada 2021, meningkat 53,50 persen dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 291.677 kasus.
Laporan ini menunjukkan kalangan istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami. Sebanyak 337.343 kasus atau 75,34 persen perceraian terjadi karena cerai gugat, yakni perkara yang gugatannya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan.
Sementara itu, sebanyak 110.440 kasus atau 24,66 persen perceraian terjadi karena cerai talak, yakni perkara yang permohonannya diajukan oleh pihak suami yang telah diputus oleh Pengadilan. (*)