JAKARTA, BUKAMATA -- Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold adalah hal tidak lazim bagi negara penganut sistem presidensial seperti Indonesia.
Sehingga, kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, presidential threshold harus dihapuskan karena akan semakin menggerus kehidupan demokrasi di Indonesia.
Adanya presidential threshold, kata Burhanuddin, menjadi semakin aneh ketika dipatok sangat tinggi, yakni 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara pemilu terakhir.
Persyaratan itu, lanjutnya, dinilai aneh karena bersifat pembatasan orang untuk maju sebagai calon presiden. Padahal, konstitusi tidak membatasinya.
“Presidential threshold itu aneh dan tidak lazim di negara lain. Tidak ada pembatasan yang ketat seperti di Indonesia untuk maju sebagai calon presiden," kata Burhanuddin kepada wartawan, Jumat (7/1).
Burhanuddin mengatakan, presidential threshold memang ada di negara lain, tetapi sebagai syarat untuk menang setelah pemilihan presiden berlangsung.
Sehingga, masih kata Burhanuddin, menjadi aneh ketika Indonesia dengan sistem presidensial justru menjadikan presidential threshold sebagai syarat mengajukan calon presiden oleh partai politik.
"Bahkan di Amerika Serikat calon independen pun bisa maju sebagai calon presiden,” tandasnya.(*)
TAG
BERITA TERKAIT
-
298 Legislator Terpilih PKB di Sulawesi dan Papua Ikuti Sekolah Pemimpin
-
45 Caleg Terpilih DPRD Bone Resmi Dilantik
-
Konsolidasi Organisasi Pasca Pemilu 2024, Partai Gelora Gelar Workshop Kaderisasi
-
Diduga Perintahkan PPK Gelembungkan Suara Caleg, Ketua KPU Bone: Silakan ke Bawaslu
-
KPU Makassar Hanya Targetkan 65 Persen Partisipasi Pemilih di Pilwalkot