Wapres Gibran Buka Gebyar ABG, Dorong Kolaborasi Nasional untuk Kemandirian Obat
15 November 2025 21:15
Orang Bugis terkenal sebagai pelaut dan pedagang yang tangguh dari Indonesia Timur.
BUKAMATA - Masyarakat Sulawesi Selatan sudah dikenal sejak lama dengan jiwa dagangnya. Tidak heran, banyak masyarakat suku Bugis-Makassar yang ditemui di sejumlah daerah di Indonesia adalah sebagai pedagang. Bagaimana tidak, sejka abad ke-17, Makassar menjadi pusat perdagangan yang terletak di kawasan Timur Indonesia.

Kota Makassar ini sebagai titik temu antara dunia niaga belahan timur (Maluku dan Irian Jaya), barat (Kalimantan, Malaka, Sumatra, Jawa, Asia Selatan dan Eropa), Utara (Philipina, Jepang dan Cina) dan selatan (Nusa Tenggara dan Australia).
Komoditi utama dari perdagangan itu adalah rempah-rempah, beras-beras, jagung, kopi, kopra, kain tenun, kayu cendana dan budak. Makassar memegang supremasi perdagangan dan berfungsi sebagai tempat pengumpulan barang-barang dagangan, terutama rempahrempah sebelum dikirim ke barat oleh pedagang-pedagang Melayu yang berpusat di
Malaka.
Dalam perkembangannya hingga saat ini, Sulawesi Selatan masih menjadi pintu gerbang Indonesia Timur dalam hal perdagangan. Jadi tidak heran jika orang suku Bugis-Makassar itu pandai dan tekun berdagang. Mereka akan memanfaatkan segala peluang yang ada di depan mata.
Orang Bugis terkenal sebagai pelaut dan pedagang yang tangguh dari Indonesia Timur. Oleh karena banyak diantaranya juga yang mengarungi lautan, maka karakternya sangat kental mengedepankan komitmen, kejujuran, dan kekuatan semangat. Itu sebabnya, saudagar Bugis banyak yang sukses berkehidupan.
Apalagi dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat Bugis-Makassar dikenal menganut banyak prinsip dan nilai-nilai kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Seperti istilah sipakatau, sipakainge' dan sipakalebbi.
Sipakatau berasal dari kata Bugis yang berarti memanusiakan manusia. Dalam kumpulan kitab Bugis, budaya sipakatau mengandung 5 pegangan yang menyatakan bahwa upasekko makketenning ri limae akkatenningeng: mammulanna, ri ada tongeng'e; maduanna, ri lempu'e; matelllunna, ri getteng'e; maeppana, sipakatau'e; malimanna, mappesonae ri Dewata Seuwae.
Artinya yaitu saya pesankan kamu pada kelima pegangan: pertama, pada kata benar; kedua, pada kejujuran; ketiga, pada keteguhan hati; keempat, pada saling menghargai/saling memanusiakan; kelima, berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa (Mallombasi, 2012).
Dari kata sipakatau, bisa kita simpulkan bahwa dalam membangun usaha, berkata benar dan bersifat jujur merupakan hal yang utama sebagai modal membangun dan menjaga kepercayaan pelanggan, dan dengan keteguhan hati dalam menjalani setiap usaha yang dirintis, serta menumbuhkan sikap saling menghargai antara penjual dan pembeli, dengan rasa saling menghormati satu sama lain dengan cada saling memanusiakan, kemudian setiap proses dari usaha selalu berserah diri kepada tuhan, namun tetap berusaha dan yakin bahwa setiap usaha yang baik tidak ada yang sia-sia.
Sedangkan sipakainge' berasal dari kata Bugis yang berarti saling mengingatkan. Dalam ajaran orang-orang Bugis terdahulu, sipakainge' (saling mengingatkan) memiliki dua nilai penting yaitu warani (keberanian) dan arung (pemimpin).
Warani mengajarkan kepada manusia untuk memiliki keberanian dalam menyampaikan pendapat baik kritik maupun saran sedangkan arung mengajarkan kepada setiap manusia yang menjadi pemimpin memiliki kerendahan hati untuk menerima segala pendapat (kritik dan saran).
Budaya sipakainge' memiliki hubungan dalam nilai-nilai membangun usaha atau berwirausaha, yaitu berani mencoba sesuatu, dan dalam menjalani usaha harus memiliki kerendahan hati dalam menerima segala keitik dan saran dari pelanggan, kemudian dapat dijadikan sebagai masukan serta motivasi untuk lebih baik lagi ke depannya.
Sementara sipakalebbi dalam bahasa Bugis memiliki arti saling memuji, mengasihi dan membantu. Budaya sipakalebbi lebih mengajarkan kepada manusia untuk menciptakan suasana kekeluargaan yaitu memberikan pujian dan penghargaan kepada orang lain atas usaha atau prestasinya, menghargai hasil karya orang lain, tidak merendahkan orang lain karena status sosialnya serta saling membantu satu sama lain.
Erat kaitannya dengan berwirausaha dimana budaya sipakalebbi ini sangat relevan digunakan yaitu ketika memberikan pujian dan apresiasi terhadapat usaha orang lain, dan tidak merendahkan setiap usaha yang orang lain bangun, menjalin kerja sama dan kolaborasi yang baik untuk mendukung satu sama lain, serta saling menyukseskan usaha satu sama lain.
Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa untuk menguatkan dalam berwirausaha, khususnya pelaku UMKM karakter tersebut, yaitu budaya lokal (seperti budaya Bugis) perlu dilestarikan. Hal ini karena budaya mudah diterima dan dijalankan oleh masyarakat setempat.
Selain itu, orang bugis juga memegang teguh istilah Pura babbara’ sompekku, pura tangkisi’ golikku, ulebbirenni tellenngé nato’walié. Artinya, sekali layar sudah terkembang, kemudi sudah terpasang, lebih baik tenggelam daripada kembali.
Mungkin ini pepatah Bugis yang paling terkenal. Sebelum memulai sesuatu, dahulukan pertimbangan yang logis dan matang. Periksa segala sesuatu dengan teliti, perhatikan musim/ timingnya. Setelah yakin, berlayarlah dengan semangat penuh, dan hadapi ombak kehidupan dengan gigih.
Pepatah tersebut bisa dilihat secara nyata dalam kehidupan masyarakat suku Bugis dan Makassar. Umumnya, mereka berprofesi sebagai wirausaha. Semua jenis usaha ada di Kota Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan. Bahkan berdasarkan data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel, ada 1,1 juta UMKM di Sulsel. Itu belum termasuk badan usaha di luar UMKM.
15 November 2025 21:15
15 November 2025 17:18
15 November 2025 17:11
15 November 2025 14:46
15 November 2025 14:14