SINGAPURA, BUKAMATA - Senin, 14 Desember 2020. Palu hakim Pengadilan Singapura telah diketuk. Ahmed Salim dijatuhi hukuman mati. Itu setelah pria asal Bangladesh itu, membunuh seorang wanita asal Indramayu, Nurhidayati Wartono Surata, di sebuah hotel di Geylang, pada 30 Desember 2018 lalu.
Disitat dari Channel News Asia, Selasa, 15 Desember 2020, dalam persidangan terdakwa Salim mengaku terhina dengan perkataan korban, saat dia meminta korban meninggalkan pria selingkuhannya.
"Dia jauh lebih baik dari kamu, dia lebih baik di tempat tidur dan secara keuangan lebih mapan. Bila kamu tidak percaya, pekan depan saya akan pergi dengan dia. Kami akan merekam video dan menunjukkannya ke kamu," kata Ahmed menirukan kalimat yang ia klaim diucapkan oleh Nurhidayati.
Baca Juga :
Namun, pernyataan itu tidak muncul saat terdakwa disidik oleh polisi. Itu muncul 1,5 tahun kemudian. Sehingga, majelis hakim menganggap itu hanyalah rekaan terdakwa.
Terdakwa memang cemburu. Karena, korban yang sudah 6 tahun berpacaran dengan pelaku, menjalin hubungan dengan pria lain. Terdakwa meminta korban meninggalkan pria itu.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Singapura, Mavis Chionh menilai, aksi pembunuhan yang dilakukan terdakwa sudah direncanakan. Dia sudah menyiapkan seutas tali di celananya. Lalu menguras seluruh isi tabungannya di bank. Diduga itu adalah persiapan untuk kabur.
Saat itu, terdakwa mengajak korban ke hotel di Geylang. Di situ, pelaku menjerat leher korban dengan handuk. Lalu melilitkan tali. Setelah itu, pelaku juga memiting leher korban yang berusia 34 tahun itu, hingga patah.
Terdakwa lalu mencuri barang-barang berharga milik korban, kemudian meninggalkan jenazahnya begitu saja. Resepsionis hotel kemudian menemukan jenazahnya. Hasil autopsi menunjukkan, penyebab kematian karena pencekikan dan cedera tulang tulang belakang leher.
"Berdasarkan semua bukti yang ada saya menemukan bahwa terdakwa telah memutuskan untuk melakukan pembunuhan sebelum 30 Desember 2018. Keputusan itu sudah diambil bila korban menolak untuk meninggalkan kekasih barunya dan kembali bersama dia," kata Hakim Mavis.
Sebelumnya, Ahmed juga sempat memberikan pengakuan kepada polisi bahwa ia berencana untuk melakukan pembunuhan. Sedangkan, dalam nota pembelaannya, Ahmed menganggap korban sebagai istrinya, meski belum terikat pernikahan. Psikiater menemukan Ahmed mengalami gangguan kejiwaan tetapi gangguan itu tidak berkontribusi terhadap aksi pembunuhan terhadap WNI.