Redaksi
Redaksi

Rabu, 05 Agustus 2020 14:25

Jenazah dilabeli Covid-19, meski hasil tesnya nonreaktif.
Jenazah dilabeli Covid-19, meski hasil tesnya nonreaktif.

"Ibu Saya Nonreaktif Kok Jenazahnya Dilabeli Covid-19," Curhat Tirani

Seorang gadis di Pasuruan curhat. Ibunya masuk karena penyakit diabetes. Saat diperiksa nonreaktif. Namun saat meninggal, jenazah ibunya dilabeli Covid-19. Dia pun menolak ibunya dimakamkan secara Covid. Untung warga di desanya menerima jasad sang ibu.

PASURUAN, BUKAMATA - Di Facebook, pemilik akun Tea Ranich curhat. Ibunya menderita diabetes. Namun, jenazahnya dilabeli Covid-19. Pemilik akun Tea Ranich adalah Tirani Ika Pratiwi. Wanita berusia 35 tahun itu mengakui, dirinya yang memposting curhat di Facebook tersebut. Judulnya, "Bukan Covid-19".

"Teruntuk anda yang memaksa saya menandatangani itu semua ...selamat uang insetif anda cair.saya yang berlinang anda yang bergelimang," demikian sepenggal tulisan Tirani.

Menurut Tirani, ibunya masuk ke RSUD dr R Soedarsono, Kota Pasuruan. Masuk dengan diagnosis diabetes. Penyakit itu memang sudah lama menggerogoti tubuh ibunya. Namun, saat meninggal, dokter melabeli jenazah ibunya dengan Covid-19.

Tirani gigih menolak bertanda tangan terkait penanganan, pemulasaraan hingga pemakaman ibunya sesuai protap COVID-19.

"Saya nggak mau tanda tangan karena nonreaktif. Tapi kenapa pada saat pengambilan jenazah dinyatakan kalau ibu saya COVID-19, dan harus bersedia dimakamkan secara COVID-19, walaupun dari awal saya menolak kalau ibu saya COVID-19 dan hasilnya nonreaktif. Itu yang membuat saya nyesek," kata Tirani dilansir dari Detik.

Wanita yang tinggal di Desa Pleret, Kecamatan Pohjentrek, Kabupaten Pasuruan itu, merasa beruntung. Sebab warga di desa ibunya tinggal di Kecamatan Lumbang, Pasuruan, menerima jasad ibunya. Sehingga, jenazah sang ibu bisa dimakamkam di pemakaman di desanya. Saudara-saudaranya yang memakamkan. Mereka mengenakan pakaian APD.

"Kalau dari Lumbang saya nggak dapat surat penempatan jenazah mungkin saya harus nerima ibu saya dimakamkan di pemakaman area COVID-19 di Sutojayan (Kota Pasuruan). Untungnya dari pihak Lumbang menerima jenazah. Saya bisa bawa pulang ke Lumbang," terangnya.

Menanggapi curhatan Tirani, Direktur RSUD dr R Soedarsono, dr Tina Soelistiani menegaskan, penanganan ibu dari Tirani sudah sesuai prosedur.

Tina mengurai, pasien datang ke IGD pada Minggu (2/8/2020) sekitar pukul 03.30 WIB. Seperti pasien lainnya, dokter jaga melakukan screening Covid-19 untuk mengetahui gejala pasien. Tujuannya, memisahkan supaya tidak berdampak pada pasien lain, jika ternyata pasien tersebut terjangkit Covid-19.

"Secara klinis hasil rapid test nonreaktif. Tapi kita tahu bersama bahwa rapid test bukan acuan utama untuk menentukan diagnosa Covid-19 atau bukan," kata Tina, Selasa (4/8/2020).

"Kemudian dilakukan pemeriksaan foto torak dan dilakukan pemeriksaan lab. Kemudian dokter jaga sudah konsultasi ke dokter spesialis paru. Dan memang pasien ini punya riwayat diabetes. Maka kami periksa juga gula darahnya," imbuhnya.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut, pasien datang dengan sesak napas berat. Pasien didiagnosa gagal napas, probable Covid-19 (PDP) dan diabetes melitus.

"Kemudian dari hasil berbagai pemeriksaan dokter spesialis memberikan diagnosa penurunan kesadaran, gangguan napas berat karena pneumonia berat, kemudian fungsi paru-parunya sudah menurun," terangnya.

"Diagnosa dari dokter spesialis adalah gagal napas berat, probable Covid-19, dan diabetes melitus. Kemudian pasien ini kondisinya semakin menurun kemudian meninggal pada 06.30 WIB," tambahnya.

Karena didiagnosa probable COVID-19, lanjut Tina, maka pemulasaraan jenazah dilakukan dengan tata laksana Covid-19.

"Sesuai dengan Kemenkes Nomor 1/7/2020, tentang pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19 jika ada pasein meninggal di rumah sakit, pasein konfirmasi atau probable, maka pemulasaraan jenazah dilakukan dengan tata laksana COVID-19. Hal ini sudah dijelaskan dari awal kepada keluarga pasien," pungkas Tina.

Tina juga membantah soal aksi pemaksaan yang dirasakan Tirani. "Kalau pasien nonreaktif tetap dilakukan pemeriksaan foto rontgen dan laboratorium. Setelah itu konsultasi dokter spesialis. Jadi untuk swab itu nanti juga hasil konsultasi dokter spesialis. Saya kira merasa dipaksa atau tidak itu relatif dari yang menerima. Tapi tujuan utama kita tidak pernah memaksa keluarga pasien. Tujuan kita memberikan keterangan yang sebenar-benarnya," papar Tina.

Pihak rumah sakit menegaskan, tidak ada pemaksaan. Semua berdasarkan hasil rangkaian pemeriksaan medis.

"Itu kan yang menulis merasa dipaksa, sementara kita dari IGD tidak ada maksud memaksa. Saya pastikan tidak ada pemaksaan seperti itu. Pasien sendiri meninggal dalam status probable Covid-19. Belum di-swab," terang Tina.

Terkait permintaan tanda tangan kepada keluarga pasien untuk pemulasaraan jenazah sesuai protap Covid-19, Tina menegaskan, hal itu sifatnya meminta persetujuan. "Kalau tanda tangan kan persetujuan tapi tidak pemaksaan. Kalau nggak mau protap Covid-19, keluarga harus membuat surat penolakan protokol Covid-19 tapi keluarga ini kan tidak membuat itu," pungkasnya.

#Jenazah Terinfeksi Corona #Penolakan Jenazah