BUKAMATA - Pihak Istana Kepresidenan menolak keras pesan kejut yang dikirimkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ke masyarakat di tengah pandemi virus corona.
Kebijakan yang memiliki pesan efek kejut yang dimaksud adalah kebijakan terkait transportasi yang dikeluarkan Anies pada 15 Maret 2020 lalu. Anies kala itu membatasi transportasi massal seperti TransJakarta, MRT dan LRT.
Akibatnya, pada keesokan harinya antrean luar biasa pada moda transportasi tersebut pun tak terelakkan. Anies kemudian menganulir kebijakan tersebut.
"Tadi pagi kendaraan umum dibatasi secara esktrem, apa sih tujuannya? Tujuannya, mengirimkan pesan kejut kepada seluruh penduduk Jakarta bahwa kita berhadapan dengan kondisi ekstrem," kata Anies baru-baru ini.
"Jadi, ketika orang antre panjang, 'oh iya Covid-19 itu bukan fenomena di WA (Whatsapp, red) yang jauh di sana. Ini ada di depan mata kita'. Kalau kita tidak kirim pesan efek kejut ini penduduk di kota ini masih tenang-tenang saja, yang tidak tenang ini siapa yang menyadari ini," sambungnya.
Hal ini kemudian mendapat kritakan dari pihak Istana Kepresidenan. Jubir Presiden Fadjroel Rachman meminta jangan sampai ada lagi kebijakan 'efek kejut'.
Fadjroel mengatakan kebijakan yang ada haruslah rasional. Kebijakan itu juga tak boleh melenceng dari kebijakan Presiden Jokowi.
"Dalam situasi pandemi COVID-19 sekarang, tak boleh ada kebijakan coba-coba yang tak terukur. Publik tak memerlukan kebijakan 'efek kejut', tapi kebijakan rasional dan terukur yang memadukan kepemimpinan organisasi, kepemimpinan operasional, dan kepemimpinan informasi terpusat sebagaimana yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo sebagai 'panglima perang' melawan pandemi COVID-19," kata Fadjroel.
Dia kemudian mempertegas pernyataan itu dilontarkan untuk Anies. "Ini terkait Anies. Dia bilang itu efek kejut, bahwa pengurangan transportasi efek kejut supaya masyarakat sadar tentang COVID-19," ujar Fadjroel dilansir Detikcom, Kamis (19/3/2020).
Fadjroel mengatakan, bahwa tidak bermaksud menyindir Anies. Namun Fadjroel tidak ingin bahwa rakyat yang menjadi eksperimen sosial dari kebijakan yang dibuat pemerintah.
"Tidak menyindir. Cuma kita tidak boleh membuat kebijakan yang coba-coba. Bisa bayangkan nggak kalau kebijakan lockdown, satu hari (ditetapkan), terus (besoknya) dicabut, terus bilang 'sorry ya, ini efek kejut', kan gila," kata Fadjroel.
BERITA TERKAIT
-
Prof. Didik J. Rachbini Kembali Terpilih sebagai Rektor Universitas Paramadina
-
Adik Prabowo: Makan Gratis Dikenalkan Sejak Anies Gubernur
-
Momen Haru Pelantikan: Prabowo Subianto Salami Anies Baswedan Usai Dilantik Sebagai Presiden RI
-
Tak Diusung Partai, Anies Masih Tunggu Kejutan di Hari Terakhir Pendaftaran
-
Pengamat Nilai PDIP Gagal Dukung Anies di Pilkada Jakarta karena Faktor Istana