WARGANET

WARGA internet atau biasa diakronimkan menjadi warganet. Lapisan masyarakat yang menyisihkan waktu untuk berselancar di dunia maya melalui layar kaca ponsel, atau komputer dan semacamnya.

Seringkali warganet menjadi momok dalam masyarakat. Bagaimana acap kali akronim tersebut ditujukan pada hal-hal yang merujuk pada keburukan.

Aku melihat internet sebagai media informasi tanpa sekat ruang dan waktu. Bagaimana pula aku melihat beragam makhluk dengan bermacam-macam ekspresi di sana. “Kreatif dan inovatif.” Itu yang muncul di kepalaku kala melihat hal-hal yang membuatku kagum.

Namun kala menyaksikan konten yang tidak sesuai dengan seleraku, aku hanya melewatinya tanpa menekan tombol bagikan ataukah melakukan tangkapan layar untuk menjadikannya bahan

lelucon, ataukah alat untuk memprovokasi kawan-kawan agar membenci hal yang kudapatkan dari sana.

Sebab bagiku, masih ada banyak sekali hiburan di luar sana selain menertawakan (dalam konteks negatif) atau memprovokasi orang lain di belakangnya.

Aku cukup tercengang kala dihadapkan dengan beragam makhluk pendulang energi negatif di media sosial.

Bagaimana banyak dari itu gemar berburu aib-aib lalu disebarkan. Bagaimana akun-akun gosip memiliki banyak peminat dengan pengikut seabrek juga segudang komentar.

Tampaknya jika berbicara mengenai keburukan, warganet 'julid' memang ahli.

Bagaimana banyak aktivitas ‘tarik urat’ demi menghina atau membela satu sosok yang bahkan tidak dikenalnya.

Akun palsu bertebaran di mana-mana demi bersembunyi dari hinaan dan rasa ingin tahu yang ia ciptakan di sana.

Selain tercengang, aku pun juga dibuat kagum dengan kreativitas yang banyak digeluti; teknik penyamaran membuat akun palsu agar terlihat sealami mungkin, semisal online shop, nama fiktif, fotografi, hingga keagamaan dan yang lainnya.

Seandainya saja, kreativitas tersebut ditujukan untuk prilaku yang lebih berguna, dibandingkan hal-hal tak masuk akal namun membuat ketagihan itu.

Warganet dengan daya pemikiran lemah, maka hanya mampu menjadi masyarakat yang ikut-ikutan, dan hanya sebagai pengamat juga komentator tanpa berbuat lebih dari itu.

Namun di sisi lain, ada banyak sekali warganet cerdas yang sungguh benar-benar memanfaatkan media sosial dengan manusiawi.

Seperti kita akrab dengan istilah ‘selebgram’ ‘selebask’ ataukah sosok yang menjadi banyak dikenal karena daya tarik serta kreativitas yang dimilikinya.

Ada yang membuatnya dikenal karena prestasi, namun tak sedikit pula yang memberi bumbu sensasi.

Tetapi, sensasi hanya akan tercipta jika ada yang peduli dan bereaksi. Itulah keuntungan dari dikenal meski lewat sensasi. Banyak orang yang memerhatikan dan peduli. Hingga dengan kecerdasannya 'kekepoan' orang-orang pun mampu dilihatnya sebagai peluang dan meraup keuntungan.

Seperti yang kukatakan di awal tulisan ini, kita bisa menjadi warganet ‘selalu benar’ ataukah warganet yang banyak memiliki rasa maklum kala berselancar di ranah maya.

Kita dapat menjadi warganet 'julid' ataukah kreatif dan penuh inovasi. Pilihan itu ada di jari-jari kita masing-masing.

Aku pernah bertanya pada seorang dosen psikologi sekaligus sastra, mengapa sosok saat ini amat cerdas berkomentar buruk namun amat sulit memberikan pengakuan dan jawabannya ialah:

“Itu semua hanya masalah pendidikan. Jadilah terdidik bukan hanya secara akademis tetapi juga pribadi dan tak mudah terhasut. Lebih baik seorang diri dan dijauhi dibandingkan bergabung dengan sosok-sosok demikian. Jangan seperti itu ya!”