Redaksi : Jumat, 19 September 2025 09:37
Fadly Padi, Tim Ahli Pemkot

MAKASSAR, BUKAMATANEWS - Pemerintah Kota Makassar tak setengah-setengah dalam menggarap urban farming. Di bawah komando Wali Kota Munafri Arifuddin, atau yang akrab disapa Appi, konsep pertanian kota ini sedang digenjot untuk menjadi solusi nyata berbagai masalah perkotaan, mulai dari ketahanan pangan, pengelolaan sampah, pengangguran, hingga inflasi.

“Ini bukan sekadar program hijau-hijauan. Ini adalah strategi untuk mendongkrak ekonomi warga dan mengendalikan harga di pasar,” tegas Appi dalam Rapat Koordinasi Urban Farming di Balai Kota, Kamis (18/9/2025). Rapat ini dihadiri jajaran pimpinan kota, termasuk 15 camat, menandakan keseriusan program ini.

Appi menekankan bahwa kunci urban farming terletak pada integrasi. Setiap kecamatan didorong untuk memiliki lokasi percontohan terpadu yang tidak hanya menanam, tetapi juga menunjukkan siklus lengkap pengelolaan lingkungan.

“Saya ingin punya satu lokasi integratif. Ada proses pengelolaan sampah organik, lalu jadi kompos, dan komposnya memupuk tanaman urban farming. Hasil panennya bisa dinikmati atau dijual masyarakat,” jelasnya.

Untuk mendukung siklus ini, Appi memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menyiapkan lubang biopori dan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) hingga ke tingkat RT. Ia bahkan mendorong regulasi yang mewajibkan setiap perumahan memiliki minimal dua lubang biopori.

“Kelola sampah dengan benar, dalam lima bulan saja kita sudah bisa panen kompos. Ini nilai ekonomi,” tambahnya.

Lebih dari Sekadar Cabai: Spektrum Urban Farming yang Luas

Wali Kota mengingatkan bahwa urban farming bukan cuma tentang menanam cabai atau kangkung. Visinya jauh lebih luas.

“Kita butuh bunga dan tanaman hias untuk kebutuhan kota, termasuk untuk pemakaman. Kita juga bisa kembangkan peternakan perkotaan,” ujar Appi seraya mencontohkan kesuksesan kandang unggas di Bukit Baruga yang mampu menghasilkan ratusan telur per hari hanya dalam waktu dua minggu.

Lokasi-lokasi seperti Tamalanrea dengan tanaman khas Australianya dan Ujung Tanah yang bermitra dengan CSR Pertamina disebutnya sebagai potensi yang harus disempurnakan.

Appi menegaskan bahwa program ini mustahil berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi solid antar-SKPD, mulai dari Dinas Pertanian, DLH, hingga Bappeda. Yang menarik, Pemkot juga mendapat dukungan kuat dari para pegiat lingkungan.

Fadly Padi, Tim Ahli Pemkot, mengungkapkan bahwa para ‘pahlawan lingkungan’ Kota Makassar telah dikumpulkan dan siap membantu tanpa harus membebani anggaran.

“Mereka ahli di bidangnya, dari composting, perikanan, hingga pertanian. Mereka siap menjadi mitra pemerintah,” kata Fadly. Menurutnya, membangunkan kesadaran dan kepercayaan masyarakat adalah kunci utama kesuksesan program ini.

Appi juga mendorong pemanfaatan dana CSR perusahaan untuk mengombinasikan anggaran pemerintah agar tidak bergantung penuh pada APBD.

Target Nyata: Lomba dan Pemanfaatan Teknologi

Sebagai bentuk komitmen, Appi berencana menggelar lomba RT/RW dan kelurahan terbaik dalam penerapan urban farming tahun depan. Ia juga membuka peluang pemanfaatan Internet of Things (IoT) untuk memaksimalkan produksi dan distribusi hasil urban farming.

“Dengan IoT, hasilnya akan lebih maksimal. Ini program berkelanjutan yang heterogen,” imbuhnya.

Harapan akhirnya jelas: dalam setahun ke depan, Makassar ingin memiliki citra baru sebagai kota yang mampu mengintervensi inflasi dan menciptakan lapangan kerja dengan kekuatan dan kemandiriannya sendiri.

“Kalau ini jalan, kebersihan terjaga, pengangguran teratasi, ekonomi masyarakat naik, dan inflasi bisa kita kendalikan,” pungkas Appi penuh keyakinan. Urban farming bagi Makassar bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan untuk menuju kota yang lebih mandiri dan berkelanjutan.