Redaksi
Redaksi

Kamis, 10 April 2025 10:21

Efek Perang Dagang, Penjualan Mobil di AS dan Kanada Diprediksi Anjlok hingga 2 Juta Unit

Efek Perang Dagang, Penjualan Mobil di AS dan Kanada Diprediksi Anjlok hingga 2 Juta Unit

Penjualan mobil di AS dan Kanada diproyeksi turun hingga 2 juta unit pada 2025 akibat perang dagang. Telemetry Agency peringatkan potensi penurunan hingga 7 juta unit jika konflik berlanjut hingga 2035.

BUKAMATANEWS — Penjualan mobil di Amerika Serikat (AS) dan Kanada diprediksi mengalami penurunan drastis hingga 2 juta unit pada tahun ini dan berpotensi stagnan hingga satu dekade ke depan, apabila tensi perang dagang terus memburuk. Proyeksi ini disampaikan oleh firma konsultan otomotif Telemetry Agency yang berbasis di Detroit, AS, sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (9/4/2025).

Menurut laporan tersebut, jika konflik perdagangan terus berlanjut hingga 2035, penjualan mobil di kawasan AS dan Kanada bisa turun hingga 7 juta unit dibandingkan skenario tanpa hambatan dagang dan dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Sebagai perbandingan, penjualan mobil di AS tercatat mencapai 15,85 juta unit pada tahun 2024.

"Penurunan penjualan akan berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja," ujar Sam Abuelsamid, Vice President of Insights Telemetry Agency. "Meskipun sebagian produksi mungkin dipindahkan ke AS, hal itu tidak akan cukup untuk mengimbangi kehilangan pekerjaan akibat tingginya biaya dan anjloknya penjualan."

Kondisi ini diperburuk dengan kebijakan Presiden Donald Trump yang pada 3 April lalu memberlakukan tarif impor otomotif sebesar 25 persen. Tarif tersebut juga dikenakan pada kendaraan yang diproduksi di Meksiko dan Kanada, meskipun ada keringanan untuk produsen yang memenuhi ketentuan dalam Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA).

Selain itu, pemerintah AS juga menetapkan tarif timbal balik untuk berbagai negara, meski tidak diberlakukan kepada Kanada dan Meksiko. Kebijakan ini memaksa produsen otomotif untuk menyesuaikan rantai produksi mereka. General Motors (GM), misalnya, telah meningkatkan produksi truk di pabriknya di Indiana. Sementara Stellantis menghentikan sementara produksi di dua fasilitasnya di Meksiko dan Kanada, yang berdampak pada lima fasilitas lainnya di AS.

Perusahaan otomotif lain seperti Ford dan Stellantis juga mulai menawarkan insentif penjualan tambahan untuk mengimbangi kekhawatiran konsumen terhadap kenaikan harga akibat tarif impor. Analis memperkirakan, beban tarif ini akan mendorong naiknya harga jual kendaraan di pasaran.

"Keterjangkauan harga kendaraan sudah menjadi tantangan besar bagi konsumen," tambah Sam. Untuk diketahui, harga rata-rata mobil baru di pasar AS kini mencapai 50.000 dolar AS, atau sekitar Rp 825 juta (kurs Rp 16.500 per dolar AS). Di sisi lain, suku bunga kredit kendaraan juga terus mengalami kenaikan sejak pandemi Covid-19.

Meskipun pertumbuhan penjualan mobil listrik (EV) sempat melambat dalam beberapa tahun terakhir, Telemetry Agency memproyeksikan bahwa mobil listrik berbasis baterai (BEV) akan menjadi kendaraan paling umum secara global pada dekade mendatang, dengan penjualan mencapai 40,5 juta unit. Di kawasan AS dan Kanada, volume BEV diperkirakan mencapai 8,8 juta unit, asalkan tidak terjadi konflik dagang dan ekonomi tetap tumbuh.

Berita Populer