Tanah Nganggur 2 Tahun Berturut-turut Bisa Diambil Alih Negara
13 Juli 2025 20:57
Komisi V DPR setujui efisiensi anggaran 2025 untuk BMKG dan Basarnas hingga 50%. Dampak pemotongan anggaran mengancam layanan publik, termasuk pemantauan cuaca, gempa, dan tsunami.
JAKARTA, BUKAMATANEWS - Komisi V DPR telah menyetujui pagu indikatif anggaran 2025 untuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) dengan pemotongan anggaran hingga 50%. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap layanan publik, terutama dalam hal keselamatan dan penanganan bencana.
Berdasarkan rapat yang digelar Kamis (6/2), anggaran BMKG dipangkas dari Rp2,8 triliun menjadi Rp1,4 triliun, sementara Basarnas mengalami pemotongan dari Rp1,4 triliun menjadi Rp1,01 triliun. Selain kedua lembaga tersebut, Komisi V DPR juga menyepakati efisiensi anggaran untuk Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (DPDT), serta Kementerian Transmigrasi.
Anggaran Kementerian PU dipotong drastis dari Rp110,9 triliun menjadi Rp29,5 triliun, sementara Kementerian PKP turun dari Rp5,2 triliun menjadi Rp1,61 triliun. Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal juga mengalami pemotongan dari Rp2,1 triliun menjadi Rp1,1 triliun, dan Kementerian Transmigrasi dipangkas dari Rp122,4 triliun menjadi Rp75,02 triliun.
Ketua Komisi V DPR, Lasarus, menegaskan bahwa efisiensi anggaran ini dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang menargetkan penghematan anggaran negara sebesar Rp306,69 triliun. Rinciannya, Rp256,1 triliun berasal dari belanja kementerian/lembaga (K/L) dan Rp50,59 triliun dari dana transfer ke daerah.
"Pagu indikatif ini kewenangan penuh pemerintah, dan sudah diatur dalam Inpres serta surat dari Menteri Keuangan. Setelah disahkan, kami akan rapat khusus dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memperdalam programnya," ujar Lasarus.
Dampak pada Layanan Publik
Kepala Basarnas, Kusworo, menyatakan harapannya agar layanan kepada masyarakat tetap optimal meski anggaran dipangkas. "Layanan terhadap masyarakat tetap 24 jam dan itu tidak boleh tidak dilakukan," tegasnya.
Namun, kekhawatiran justru datang dari BMKG. Lembaga ini mengajukan permohonan dispensasi kepada Presiden Prabowo Subianto terkait pemotongan anggaran, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat. Muslihhuddin, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, menyatakan bahwa pemotongan anggaran akan memengaruhi belanja modal dan pemeliharaan alat, yang berpotensi mengganggu layanan meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
"Efisiensi ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati. Kemampuan pemeliharaan berkurang hingga 71%, sehingga observasi dan deteksi dinamika cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami juga terganggu," jelas Muslihhuddin.
BMKG memiliki hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia. Mayoritas alat ini sudah melampaui usia kelayakan. Akibat pemotongan anggaran, akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami diperkirakan menurun dari 90% menjadi 60%. Selain itu, kecepatan informasi peringatan dini tsunami akan melambat dari 3 menit menjadi 5 menit atau lebih, dan jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami turun 70%.
Efisiensi anggaran ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana kementerian dan lembaga terkait akan menjaga kualitas layanan publik dengan anggaran yang jauh lebih terbatas. Sementara pemerintah berupaya menghemat anggaran, dampaknya terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat perlu menjadi pertimbangan serius. Apakah efisiensi ini akan berujung pada pengurangan kualitas layanan, atau justru memacu inovasi dalam pengelolaan anggaran? Waktu yang akan menjawab.
13 Juli 2025 20:57
13 Juli 2025 19:15
13 Juli 2025 18:08
13 Juli 2025 18:04