Redaksi
Redaksi

Minggu, 26 Januari 2025 22:25

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Selatan, Anggiat Sinaga
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Selatan, Anggiat Sinaga

Kebijakan Efisiensi APBN 2025, Pengusaha Hotel dan Restoran Terancam Dampak Berat

Dengan target penghematan APBN sebesar Rp306,69 triliun, kebijakan ini dianggap dapat mematikan sektor perhotelan dan restoran yang selama ini bergantung pada anggaran perjalanan dinas pemerintah sebagai salah satu pendorong pendapatan utama.

MAKASSAR, BUKAMATANEWS – Kebijakan "diet" ketat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo menuai pro dan kontra. Pemangkasan belanja perjalanan dinas hingga uang honor di Kementerian/Lembaga (KL) dan pemerintah daerah (Pemda), sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, menjadi perhatian serius pelaku industri hotel dan restoran.

Dengan target penghematan APBN sebesar Rp306,69 triliun, kebijakan ini dianggap dapat mematikan sektor perhotelan dan restoran yang selama ini bergantung pada anggaran perjalanan dinas pemerintah sebagai salah satu pendorong pendapatan utama.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Selatan, Anggiat Sinaga, menyampaikan kekhawatiran mendalam atas dampak kebijakan ini. Menurutnya, jika aturan tersebut diterapkan tanpa solusi konkret, akan memaksa pelaku usaha melakukan efisiensi besar-besaran, yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

"Langkah pertama kami pasti efisiensi, terutama pada gaji karyawan. Mau tidak mau, itu bisa berakhir pada PHK, dan ujungnya adalah kredit macet. Ini ancaman serius bagi keberlangsungan industri," ujar Anggiat pada Sabtu (25/1/2025).

Ia menambahkan, dampak kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha perhotelan, tetapi juga petani dan sektor lain yang bergantung pada industri pariwisata.

Anggiat berharap pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan ini dengan mempertimbangkan dampak luasnya. Ia mengusulkan agar kebijakan ini bersifat sementara, hanya sebagai langkah pemulihan awal tahun, dan segera ditinjau ulang.

"Kami berharap ini seperti kebijakan Presiden Jokowi kemarin, yang akhirnya tidak diterapkan. Semoga ini hanya bagian dari recovery awal dan segera dievaluasi. Jika perjalanan dinas saja yang dipotong, dampaknya bisa menjadi efek domino yang besar," katanya.

Anggiat juga menyoroti pentingnya pemerintah menyediakan substitusi kebijakan yang mampu mempertimbangkan seluruh ekosistem perhotelan dan restoran.

"Perintah ini harus punya substitusi. Banyak pihak yang terlibat dalam ekosistem ini, bukan hanya hotel, tapi juga pemasok, petani, dan sektor pendukung lainnya. Jangan sampai keputusan ini justru mematikan sektor yang sudah berjuang keras pascapandemi," tandasnya.

Dengan kebijakan efisiensi ini, industri perhotelan dan restoran menghadapi tantangan besar untuk tetap bertahan. Apakah pemerintah mampu menghadirkan solusi yang lebih seimbang tanpa mengorbankan sektor penting ini? Hasil evaluasi dan implementasi kebijakan ini akan menjadi penentu nasib industri yang menjadi salah satu penggerak ekonomi nasional.

#Anggiat Sinaga #PHRI Sulsel

Berita Populer