Redaksi : Jumat, 14 Juni 2024 13:00

JAKARTA, BUKAMATANEWS – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyatakan siap memberikan masukan dan pertimbangan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto terkait polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mendapat penolakan dari kalangan pengusaha dan buruh.

Partai Gelora berencana mengusulkan skema Tapera yang bisa diterima semua pihak, berdasarkan studi literatur dari berbagai negara. "Menyediakan perumahan bagi rakyat adalah kewajiban pemerintah, tetapi skemanya perlu dipertimbangkan dengan matang. Penolakan ini sebenarnya terkait dengan skemanya, bukan konsep Tapera itu sendiri," kata Ratu Ratna Damayani, Ketua Bidang Hubungan Kerjasama Antar Lembaga DPN Partai Gelora, dalam Gelora Talks yang ditayangkan langsung di kanal YouTube Gelora TV, Rabu (12/6/2024) sore.

Ratu Ratna Damayani, atau yang akrab disapa Mia, menjelaskan bahwa beberapa negara berhasil melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan perumahan melalui komunikasi intensif tentang tujuan dan manfaat program tersebut. "Pemerintah perlu memberikan penjelasan yang komprehensif dan intensif kepada publik. Libatkan DPR dan stakeholder lainnya untuk membahas soal Tapera ini," kata Mia.

Menurut Mia, bagi buruh, pungutan Tapera ini menambah beban ekonomi mereka dan berdampak pada daya beli masyarakat secara umum. "Komunikasi yang dilakukan pemerintah dirasa kurang intensif dan menyeluruh, sehingga menimbulkan polemik dan kontraksi luar biasa di masyarakat," tambahnya.

Polemik soal Tapera ini menjadi perhatian khusus di internal Partai Gelora. Hasil dari pembahasan internal ini akan disampaikan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto sebagai rekomendasi. "Ini tentu menjadi PR besar kita bersama. Partai Gelora akan menyusun pemikiran-pemikiran berdasarkan literasi dari berbagai negara dan memberikan masukan kepada Pak Prabowo untuk menciptakan skema yang tepat dalam penyediaan perumahan rakyat," pungkas Mia.

Kurangnya Sosialisasi Menjadi Masalah

Sementara itu, Ekonom CORE Indonesia, Etika Karyani, mengatakan bahwa penolakan terhadap program Tapera ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi. "Kementerian Keuangan bersama BP Tapera harus menjelaskan secara aktif kepada masyarakat, terutama pengusaha dan asosiasi pekerja. Mereka harus dilibatkan karena mereka yang terkena aturan ini," kata Etika.

Etika menambahkan, akibat kurangnya sosialisasi, program Tapera menjadi polemik di masyarakat. "Pengelolaan dana Tapera juga perlu diperjelas, mengingat masih ada temuan dari BPK mengenai pensiunan yang belum menerima pengembalian dana. Pemerintah harus memastikan bahwa program Tapera tidak menjadi ladang korupsi baru," tegasnya.

Penasihat Asosiasi Emiten Indonesia, Gunawan Tjokro, menyoroti kesenjangan antara kenaikan gaji buruh dan harga properti. "Kenaikan gaji buruh sangat lamban dibanding kenaikan harga properti, sehingga jarang ada karyawan yang tertarik dengan pameran perumahan. Masalah ini perlu diatasi dengan skema yang lebih teliti dan diterima semua pihak," kata Gunawan.

Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Riden Hatam Aziz, meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera dicabut. "Potongan untuk BPJS Kesehatan, JHT, dan PPh sudah banyak, sementara gaji buruh hanya 3-5 jutaan. Potongan ini membuat gaji kita habis. Oleh karena itu, buruh akan demo Kemenkeu untuk mencabut PP tersebut," kata Riden.

Partai Gelora dan berbagai pemangku kepentingan terus mencari solusi terbaik untuk skema Tapera yang adil dan efektif demi kesejahteraan rakyat Indonesia.