Duka Bangsa, 6 Orang di Papua Tengah Meninggal Karena Kelaparan Ektreem , Aktivis Kritik Pemerintah

BUKAMATA - Krisis kelaparan di Papua Tengah yang berakar dari bencana kekeringan telah menimbulkan korban jiwa, dimana enam individu telah meninggal dunia.

Para aktivis lingkungan menyatakan bahwa langkah pencegahan seharusnya telah diambil jauh sebelumnya, mengingat kejadian serupa telah berulang kali terjadi.

Dr. Mulyadi, seorang ahli pertanian dari Universitas Papua, berpendapat bahwa langkah-langkah antisipatif perlu diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kelaparan berulang, terutama di wilayah-wilayah rawan kekeringan seperti di pegunungan Papua Tengah.

Dia menegaskan bahwa pengiriman bantuan pangan oleh pemerintah tidak cukup untuk mengatasi akar masalah tersebut. Menurutnya, pemerintah harus fokus pada solusi jangka panjang, seperti riset dan inovasi di bidang pertanian untuk memberdayakan petani di daerah tersebut.

“Pemerintah itu selalu ujungnya yang diatasi. Artinya kelaparannya, peristiwanya. Kalau terjadi misalnya ada kematian, baru kita melakukan usaha mengatasi kematian itu, atau musibah itu,” ujar Mulyadi seperti dikutip BBC News Indonesia

Bantuan Pemerintah

Theofransus Litaay, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengirimkan bantuan pangan dalam jumlah besar sebagai tanggapan terhadap krisis kelaparan.

Namun, perlu diakui bahwa solusi jangka panjang melibatkan riset dan kolaborasi dengan universitas-universitas di Papua, seperti Universitas Cendrawasih dan Universitas Negeri Papua.

Sementara itu, Ardhasena Sopaheluwakan dari BMKG menjelaskan bahwa cuaca ekstrem sulit diprediksi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu diupayakan ketersediaan pangan yang memadai untuk mengatasi krisis kelaparan di wilayah Papua yang terpencil.

Presiden Jokowi juga telah memberikan arahan kepada para menteri terkait untuk segera mengatasi krisis kelaparan di Papua Tengah yang disebabkan oleh cuaca ekstrem. Upaya tersebut termasuk pengiriman bantuan ke daerah-daerah terdampak.

Maikel Primus Peuki, Direktur Eksekutif WALHI Papua, mengungkapkan bahwa krisis kelaparan yang berulang kali terjadi di Papua Tengah merupakan masalah serius. Ia menyoroti perlunya antisipasi yang lebih baik terhadap dampak buruk pada masyarakat adat Papua yang bergantung pada pertanian lokal.

Dr. Mulyadi, yang juga seorang pengamat pertanian, menggarisbawahi pentingnya pemahaman yang lebih mendalam terkait pola pertanian tradisional masyarakat Papua.

Menurutnya, solusi jangka panjang melibatkan dukungan pemerintah dalam mengembangkan pola pertanian yang adaptif terhadap kondisi cuaca ekstrem.

Dalam menghadapi krisis kelaparan di Papua Tengah, langkah-langkah taktis seperti pengiriman bantuan harus diimbangi dengan usaha-usaha yang lebih besar untuk mengatasi akar permasalahan, yaitu pengembangan pertanian yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan cuaca.