BUKAMATA - Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Rabu (29/3/2023).
Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Lukas mendaftarkan Praperadilan pada Rabu, 29 Maret 2023. Dalam petitum gugatannya, Lukas meminta majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan seluruh permohonannya.
Sidang perdana direncanakan digelar pada Senin, 10 April 2023.
Berikut petitum lengkap yang diajukan oleh Lukas.
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
3. Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat;
4. Menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan status tersangka terhadap pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah;
5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan dan penyidikan terhadap diri pemohon oleh termohon;
6. Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada Rumah/Rumah Sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya;
7. Menetapkan dan memerintahkan pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan.
8. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
9. Menetapkan biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo dibebankan pada negara.
10. Atau apabila hakim Yang Mulia berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).
Seperti diketahui, Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu. Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya
BERITA TERKAIT
-
KPK Pastikan Penanganan Dugaan Korupsi Kuota Haji Khusus Bebas Intervensi
-
Bupati Irwan Bachri Syam Hadiri Rakor Pemberantasan Korupsi Wilayah Sulsel
-
KPK Tekankan Pentingnya Integritas ASN dan Anggota Dewan
-
OPD Lingkup Pemprov Sulsel Diminta Percepat Penginputan MCSP Bersama KPK
-
MAKI akan Somasi Pimpinan KPK Jika Tak Segera Tahan Tersangka Korupsi CSR BI