Hikmah
Hikmah

Jumat, 06 Januari 2023 09:01

IMF Bilang 2023 Sepertiga Dunia Dilanda Resesi, 10 Lembaga Keuangan Ini Setuju

IMF Bilang 2023 Sepertiga Dunia Dilanda Resesi, 10 Lembaga Keuangan Ini Setuju

IMF menyebutkan , bukan hanya Amerika Serikat-Uni Eropa-China yang aakan mengalami perlambatan ekonimi, bahkan sepertiga dunia akan mengalaminya.

BUKAMATA -Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kembali memberikan pernyataan mengejutkan awal tahun ini. IMF menyebutkan , bukan hanya Amerika Serikat-Uni Eropa-China yang aakan mengalami perlambatan ekonimi, bahkan sepertiga dunia akan mengalaminya.

"Kami memperkirakan sepertiga dari ekonomi dunia akan berada dalam resesi," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Senin lalu dalam wawancara dengan media CBS.

Sebenarnya, ramalan mengenai kondisi ekonomi dunoa yang akan melalui masa suram di 2023 bukan hanya diramalkan oleh IMF.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (6/1/2022) setidaknya ad 10 lembaga keuangan yang meramalkan hal tersebut,

1. JPMorgan
JP Morgan dalam outlook-nya menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi di negara maju, akan berdampak signifikan terhadap aktivitas masyarakat jika inflasi tak berhasil ditekan. Kendati demikian, jika inflasi berhasil ditekan, maka bank sentral akan berhenti menaikkan suku bunga, dan risiko resesi terjadi sangat kecil.

"Namun jika inflasi tak berhasil ditekan, akan terjadi skenario yang lebih buruk," tulis laporan JP Morgan bertajuk 'Investment Outlook 2023: A Bad year for The Economy, a Better Year for Markets'.

2. Barclays
Sehubungan dengan pentingnya kemajuan ekonomi AS terhadap dunia, Barclays mengatakan ekonomi di Negeri Paman Sam itu kemungkinan akan mengalami kontraksi sepanjang tahun 2023. Ini karena upah dan inflasi di AS masih sangat tinggi.

"Tingkat pengangguran di AS juga diperkirakan akan mencapai 4,8% di tahun ini," bunyi ramalan itu.

3. Citi
Zona Eropa dan Inggris diramal menjadi negara yang memiliki ekonomi terburuk pada 2023. Hal ini diungkapkan oleh Citi di dalam laporan outlook-nya.

"Di antara ekonomi utama, zona Euro dan Inggris kemungkinan akan menjadi yang terburuk," tulis Citi dalam laporannya berjudul 'Roadmap to recovery: Portofolios to anticipate opportunities'.

"Dengan kontraksi setahun penuh masing-masing sebesar 0,5% dan 1%, karena bersaing dengan biaya energi yang sangat tinggi, serta pengetatan kebijakan," tulis Citi.

4. DBS
DBS mengatakan hal yang sama mengenai ekonomi di zona Eropa. Di kawasan ini diperkirakan pertumbuhan ekonominya hanya akan mencapai 3,2% (yoy).

"Harga energi dan kejutan sentimen yang berasal dari perang di Ukraina pasti akan menurunkan pertumbuhan," jelas DBS dalam laporannya 'Managing Polycrisis'.

DBS menyebut, di banyak negara di Asia, harga listrik, bahan bakar dan makanan belum sepenuhnya terpengaruh dari harga internasional. Karenanya pemerintah dan otoritas menggunakan pengendalian harga, menggelontorkan subsidi dan langkah-langkah insentif pajak untuk meredakan dampaknya.

5. Goldman Sachs
Adapun Goldman Sachs dalam laporannya 'Macro Outlook 2023: This Cycle is Different' memperkirakan Eropa hanya akan mengalami resesi ekonomi yang ringan. Benua Biru ini diperkirakan akan berhasil mengurangi impor gas dari Rusia dan mendapat manfaat dari pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Goldman Sachs menyebut, bank sentral paling berpengaruh di dunia, The Fed masih akan menaikan suku bunga kebijakannya menjadi 5% hingga 5,25% pada 2023. Goldman Sachs mengungkapkan inflasi PCE (personal consumption expenditure) inti AS akan turun dari level 5% saat ini, menjadi ke kisaran 3% pada akhir tahun depan.

Selanjutnya, tingkat pengangguran di AS diperkirakan anak naik sebesar 50 bps. Meski tingkat pengangguran hanya naik tipis, Goldman Sachs meyakini inflasi dapat ditekan karena kondisi saat ini disebut berbeda dari periode inflasi tinggi sebelumnya.

Pertama, karena pasar tenaga kerja pasca pandemi nyatanya tidak berhasil mengurangi angka pengangguran di AS. Kedua, dampak disinflasi dari normalisasi baru-baru ini dalam rantai pasokan dan pasar perumahan sewa masih jauh.

"Dan ketiga, ekspetasi inflasi jangka panjang tetap berlabuh (di tahun depan)," tulis Goldman Sachs dalam laporannya.

6. UOB
UOB dalam laporannya mengungkapkan, laju inflasi global yang bersumber dari inflasi inti diperkirakan akan mereda pada 2023. Namun kemungkinan masih pada rata-rata pada sasaran 2%.

Adapun risiko yang membayangi di tahun ini. Yaitu beberapa potensi guncangan inflasi, putaran baru kenaikan harga energi global, gangguan baru dalam rantai pasokan, dampak berkelanjutan dari konflik Rusia-Ukraina, dan ancaman wage-price spiral.

7. Deutsche Bank
Deutsche Bank dalam outlook-nya mengungkapkan, energi masih menjadi pendorong besar inflasi. Meskipun harga minyak mentah dunia turun beberapa bulan terakhir pada 2022, namun diperkirakan akan diikuti oleh kenaikan tajam pada 2023.

Meningkatnya harga minyak mentah dunia pada tahun ini disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan karena percepatan ekonomi China, namun ketersediannya atau supply terbatas.

"Pemotongan produksi yang dipaksakan sendiri oleh OPEC dan perusahana minyak yang tidak memadai. Serta kapasitas produksi yang tidak mencukupi dalam beberapa tahun terakhir," tulis Deutcshe Bank.

Upaya Uni Eropa dan AS untuk mengecualikan minyak Rusia dari pasar juga akan menambah tekanan. Sementara harga gas yang menurun baru-baru ini dinilai masih mahal, jauh dari harga sebelum meletusnya perang Rusia-Ukraina.

Secara keseluruhan, Deutcshe Bank memperkirakan inflasi 2023 akan mencapai 6% di zona kawasan Eropa dan 4,1% untuk AS. Inflasi yang tinggi diperkirakan akan bertahan setelah tahun 2023.

"Kecil kemungkinan inflasi di masa mendatang akan kembali ke tingkat yang relatif rendah seperti sebelum pandemi Covid-19," tulisnya.

8. S&P Global
S&P Global Market Intelligence memprediksi perekonomian negara-negara di Asia Pasifik akan mendominasi pertumbuhan ekonomi global dalam tahun-tahun mendatang. Perekonomian regional Asia Pasifik diperkirakan tumbuh paling tidak 3,5% (yoy) pada tahun depan

"Asia Pasifik yang berkontribusi 35% dari produk domestik bruto (PDB) dunia, akan mendominasi pertumbuhan 2023, di topang oleh perjanjian bebas perdagangan antar negara di sana, rantai pasokan yang efisien, dan biaya yang kompetitif," tulis S&P dalam pernyataannya.

9. BNP Paribas
BNP Paribas memperkirakan penurunan pertumbuhan PDB global pada tahun 2023. Ini dipimpin oleh resesi di AS dan zona euro, dengan pertumbuhan di bawah tren di China dan banyak pasar negara berkembang.

Bank asal Prancis itu melihat kuartal pertama 2023 sebagai titik balik bagi pasar obligasi pemerintah AS dan zona euro karena puncak suku bunga kebijakan bank sentral dan pasokan bersih Quantitative Easing dan Quantitative Tightening. Dari segi fundamental, penurunan pertumbuhan global dan disinflasi mengarah pada hasil yang lebih rendah sepanjang tahun 2023.

"Meskipun kemungkinan penurunan tajam dalam inflasi tahun depan, tekanan harga yang keras tampaknya akan membuat The Fed AS dan Bank Sentral Eropa naik ke resesi pada kuartal pertama 2023," tulis lembaga keuangan itu.

10. UBS
UBS memperkirakan prospek yang lemah secara historis, dengan pertumbuhan global hanya 2,1% tahun-ke-tahun pada tahun 2023 akan menjadi yang terendah sejak tahun 1993 tidak termasuk pandemi dan krisis keuangan global.

"Dengan 13 dari 32 ekonomi diperkirakan akan mengalami kontraksi setidaknya selama dua kuartal pada akhir tahun 2023, perkiraan kami mendekati sesuatu yang mirip dengan resesi global," ujar lembaga keuangan Swiss itu.

#IMF #Resesi 2023

Berita Populer