BUKAMATA, MAKASSAR - Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar menggelar pelatihan penerapan teknologi bubu lipat dengan celah pelolosan dalam melakukan penangkapan rajungan, pada 6 November 2021 lalu.
Kegiatan tersebut diketuai, Dr. Ir. H. Muhammad Jamal M.Si, yang beranggotakan Dr. Ir Andi Asni M.P dan Dr. Ir Ihsan M.Si. Dengan melibatkan dua mahasiswa S1 program studi pemanfaatan sumberdaya perikanan FKIP di Desa Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.
Desa Lantebung merupakan wilayah pesisir dengan penduduknya menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Namun demikian, salah satu masalah yang mereka hadapi adalah semakin sedikitnya hasil tangkapan rajungan yang mereka peroleh setiap hari dan umumnya berukuran kecil (belum layak tangkap). Padahal, di sepanjang pesisir Desa Lantebung adalah hutan mangrove.
Dosen FKIP UMI, Muhammad Jamal mengatakan, hutan mangrove ini merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain, dengan dekomposisi bahan organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup yang berada di perairan sekitarnya.
"Materi organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Berbagai kelompok moluska ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun hutan mangrove," kata Muhammad Jamal dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (30/12/2021).
Olehnya itu, lanjut Jamal, salah satu alternatif untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat adalah dengan memberikan penyuluhan kepada warga Desa Lantebung tentang bagaimana siklus kehidupan rajungan di alam, serta berapa ukuran rajungan yang sudah layak untuk ditangkap.
"Di samping itu kami melakukan demonstrasi pembuatan bubu lipat dengan celah pelolosan yang dilanjutan dengan pendampingan implementasinya di lapangan," bebernya.
Menurut Jamal, berdasarkan penelitian, siklus hidup rajungan dimulai dari telur, zoea, megalopa, juvenile dan rajungan dewasa. Larva yang baru menetas berada dalam tahap zoea. Tahap tersebut terbagi menjadi empat tingkat, yakni zoea 1, zoea 2, zoea 3, dan zoea 4.
"Tahap zoea berlangsung selama 9 sampai 12 hari. Seteah itu, tahap kehidupan biota berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang berbeda. Tahap megalopa akan berlangsung selama 4 sampai 6 hari. Saat masih larva, rajungan hidup seperti plankton karena hidupnya berenang dan terbawa arus," ujar Jamal.
Sementara itu, kata Jamal, pada tahap megalopa, bentuk biota ini sudah mulai mirip dengan rajungan, tubuhnya semakin melebar, bagian kaki dan capitannya sudah semakin jelas, serta bagian matanya membesar.
"Setelah tahap megalopa, rajungan memasuki tahap juvenil, dimana bentuk tubuhnya sudah berbentuk seperti rajungan muda. Pada tahap ini biota laut ini sudah bisa berenag, dan masuk pada alat tangkap bubu lipat, sehingga harus dilepaskan untuk dipelihara pada karamba jika tidak bisa keluar bubu," katanya.
"Harapan kami sebagai tim PKM terjadi perubahan perilaku nelayan peserta pelatihan, terutama di dalam pengetahuan mereka tentang ukuran rajungan yang sudah layak layak untuk ditangkap," pungkasnya.
BERITA TERKAIT
-
Baksos Kodaeral VI Bagikan Sembako kepada Nelayan Selayar di Tengah Laut
-
Bupati Irwan Bachri Syam Terima Penghargaan Alumni Berprestasi dari Universitas Muslim Indonesia
-
Ratusan Kapal Vietnam Bebas Tangkap Ikan di Laut Natuna, Nelayan Minta Pemerintah Bertindak
-
4 Nelayan Indonesia Gugat Perusahaan Tuna Raksasa Amerika
-
Tamsil Linrung Dukung Presiden Hapus Utang Petani, Nelayan dan UMKM