Ulfa
Ulfa

Jumat, 29 Januari 2021 15:57

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Mulai 1 Februari, Sri Mulyani Pungut Pajak Pulsa hingga Token Listrik

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan beleid terkait pajak penjualan pulsa dan token listrik

BUKAMATA - Kementerian Keuangan akan mengenakan Pajak Penjualan Nilai (PPN) atas pembelian pulsa hingga token listrik.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Serta Pajak Penghasilan Atas Penyerahan Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.

"Bahwa kegiatan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas pulsa, kartu perdana, token, dan voucher, perlu mendapat kepastian hukum. Untuk menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa," tulis aturan tersebut.

Dalam Pasal 13 ayat 1 beleid yang diteken Sri Mulyani pada 22 Januari 2021 lalu, besaran pajak dihitung dengan mengalikan tarif PPn 10 persen dengan dasar pengenaan pajak. Peraturan tersebut berlaku mulai 1 Februari 2021 ini.

Adapun dalam Pasal 13 ayat 2 disebutkan dasar pengenaan pajak adalah harga jual yang besarannya sama dengan nilai pembayaran yang ditagih oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi atau penyelenggara distribusi.

Dalam beleid aturan tersebut, disebutkan bahwa pemungut PPh melakukan pemungutan pajak sebesar 0,5% dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua dan tingkat selanjutnya. Lalu dari harga jual atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

Jika wajib pajak (WP) yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besaran tarif yang dipungut akan lebih tinggi 100% dari tarif yang diberlakukan yaitu 0,5%.

Terlepas dari itu, pungutan pajak tidak berlaku kepada penyelenggara distribusi atau pelanggan yang merupakan wajib pajak bank, atau telah memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan PPh berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama mengatakan, beleid tak berisi soal ketentuan baru mengenai pemungutan PPN atas pulsa, kartu perdana, token dan voucer.

"Pulsa itu selama ini sudah terutang PPN. Jadi bukan hal yang baru. Jasa telekomunikasi itu kita dapat PPN dari situ besar, loh. Dari Telkomsel, Indosat dan lain-lain. Itu sudah masuk (PPN-nya)," ungkap Hestu.

Menurutnya, aturan tersebut diterbitkan untuk memberikan kemudahan bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang menjadi pengecer pulsa. Sebab mereka tak perlu lagi memungut PPN dari konsumen.

"Sekarang ini dengan ada PMK itu, jalur pengenaan PPN-nya itu hanya dibatasi sampai dengan distributor tingkat 2, jadi pengecer tidak tarik PPN dari konsumen," tuturnya.

Distributor tingkat dua tersebut, jelas Yoga, adalah pembeli pulsa dari pedagang besar atau distributor tingkat pertama yang pelanggannya adalah pengecer.

"Jadi ini kan ada banyak jalur nih. Dari perusahaan telekomunikasi yang memproduksi pulsa, kemudian ke distributor utama atau distributor besar misalnya. Berikutnya, baru kemudian ke distributor tingkat dua, pengencer baru sampai ke customer. Selama ini aturan setiap rantai itu harus memungut PPN," tegasnya.

 

#Pajak Pulsa #Sri Mulyani

Berita Populer