SINGAPURA, BUKAMATA - Empat tahun lalu, perusahaan protein alternatif yang berbasis di San Francisco, Eat Just (sebelumnya bernama Just, dan Hampton Creek) paling terkenal dengan alternatif telur nabati, yang berfungsi sebagai basis untuk Just Mayo, andalannya kaum vegan pengganti mayo tanpa telur.
Perusahaan ini, ingin melangkah lebih jauh, dari sekadar menemukan tanaman yang dapat meniru rasa produk daging. Mereka lantas mendorong budidaya daging ini masuk ke dalam laboratorium. Mereka mulai bekerja pada ayam asli dari jaringan sel.
Dua tahun lalu, Fast Company mencoba beberapa prototipe ayam di kantor pusat Eat Just. Sekarang, ini menjadi perusahaan pertama yang mendapatkan persetujuan regulasi untuk mulai menjual daging yang ditanam di bioreaktor.
Baca Juga :
"Secara historis, ini adalah persetujuan pertama untuk daging yang tidak memerlukan penyembelihan dan hewan," kata Josh Tetrick, CEO Eat Just, yang akan segera mulai menjual daging ayam alternatifnya di sebuah restoran di Singapura, tempat badan pengawas pangan nasional mengeluarkan persetujuan setelah melalui proses dua tahun tinjauan rinci.
“Saat kami meluncurkannya di restoran, itu akan menjadi pertama kalinya dijual dan dikonsumsi,” tambah Tetrick.
Sebuah startup Israel, juga baru-baru ini mulai menyajikan sandwich "ayam yang dibudidayakan" di pabriknya. Meskipun itu menghindari perlunya persetujuan peraturan, dengan menyediakan makanan sebagai sampel gratis untuk mendapatkan umpan balik.
Singapura, adalah negara pertama di dunia dalam mendukung industri baru itu. “Singapura dan Israel secara teknologi sangat maju, dan mereka kecil,” kata Bruce Friedrich, salah satu pendiri dan direktur eksekutif dari Good Food Institute, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada daging nabati dan budidaya.
"Jadi, baik Singapura maupun Israel, berfokus pada pembuatan daging dengan cara yang membutuhkan sebagian kecil tanah dan sumber daya, sehingga mereka dapat beralih ke ketahanan pangan dan keberlanjutan yang lebih baik di negara mereka," tambahnya.
Dilansir dari Fastcompany.com, Singapura disebut telah berinvestasi dalam penelitian daging yang dibudidayakan, dan membantu mendukung pertumbuhan startup lain yang berbasis di negara Asia itu.
Memproduksi daging dari sel hewan sebut Friedrich, dapat membantu menghilangkan risiko penyebaran penyakit dalam makanan ketimbang memelihara ternak. Atau dapat menghindari penyebaran pandemi di masa depan dari peternakan. Ini menghindari kekejaman terhadap hewan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan. Dan jika dilakukan dengan benar tambah Friedrich, ini juga dapat mengurangi jejak karbon produksi daging.
"Eat Just memilih untuk fokus pada ayam dalam penelitian awal dan pengembangannya, karena ayam adalah daging yang paling banyak dikonsumsi dan karena beberapa dampaknya," ujarnya.
Kedelai yang ditanam untuk pakan ayam, misalnya kata dia, bertanggung jawab atas deforestasi di hutan hujan Amazon. Perusahaan juga mengembangkan daging sapi budidaya; daging sapi memiliki jejak karbon terbesar dari semua daging.
Eat Just akan segera meluncurkan ayam sebagai bagian dari merek baru bernama Good Meat. Meskipun Singapura adalah negara pertama yang menyetujui produk tersebut, Singapura juga sedang dalam proses bekerja sama dengan regulator di negara lain, salah satunya Amerika Serikat. Bagaimanapun, jauh di belakang dalam mengembangkan kerangka peraturan untuk daging budidaya.
Awalnya, ayam akan disajikan di sejumlah kecil restoran Singapura. Bagi Eat Just, itu untuk meningkatkan produksi di luar langkah kecil itu akan membutuhkan lebih banyak dana.
“Ini benar-benar padat modal,” kata Tetrick. “Kami telah menginvestasikan puluhan juta dolar di dalamnya.”
Dengan kapasitas tangki 1.000 liter yang memproduksi daging, katanya, perusahaan dapat memasok relatif sedikit restoran. “Jika McDonald's menelepon kami besok dan mereka berkata, 'kami ingin meletakkan ini di semua menu kami,' kami harus memberi tahu mereka bahwa mereka harus menunggu,” katanya.
“Kita perlu meningkatkan dari 1.000 liter menjadi 5.000, menjadi 10.000, menjadi 50.000 liter,” tambahnya.
Konsumen juga harus bersedia melakukan perubahan. “Kami bisa menghasilkan puluhan juta pound dan mendapatkan persetujuan regulasi di mana-mana, tapi itu tidak berarti konsumen akan memilihnya,” katanya. “Terserah kita untuk memastikan bahwa orang memahami perbedaannya dari daging yang diproduksi secara konvensional. . . dan bagaimana ini jauh lebih baik dari perspektif lingkungan. Anda tidak perlu menebangi berhektare-hektare hutan tropis. Dari perspektif moralitas, Anda tidak perlu membunuh seekor hewan pun," pungkasnya.