Redaksi
Redaksi

Jumat, 09 Oktober 2020 08:58

Video Said Iqbal Tegaskan UU Omnibuslaw Milik Pengusaha Bukan untuk Buruh

Said Iqbal menegaskan, Omnibuslaw dibuat untuk pengusaha. Bukan untuk buruh.

BUKAMATA - Narasi Institute kembali menggelar Zoominari. Dipandu Founder-nya, Achmad Nur Hidayat. Pakar kebijakan publik itu menghadirkan Ketua KSPI, Said Iqbal. Pria berjenggot yang juga salah satu pengurus ILO (Underbouw PBB yang menangani buruh) bilang, omnibuslaw sungguh diciptakan untuk pengusaha, bukan berpihak kepada buruh.

Menurut Said Iqbal, Negara tidak hadir ketika buruh dikontrak seumur hidup. Ketika buruh dijual tenaganya seumur hidup, ketika upah dijual murah, negara tidak hadir. Negara tidak hadir, ketika buruh perempuan yang ingin cuti haid dan melahirkan dipotong. Negara tidak hadir ketika eksploitasi jam kerja.

"Saya ambil contoh, kalau yang lama lima hari kerja 8 jam sehari. Total 40 jam seminggu. Kalau dia pakai 6 hari kerja, 7 jam sehari yang hari Sabtunya 4 atau 5 jam. Tetap ada hari libur Sabtu dan Minggu. Hari ini kalau kita pakai Omnibuslaw yang baru diketok, dia hanya mengatakan maksimal 8 jam kerja sehari. Seminggu 40 jam kerja seminggu. Saya kalau pengusaha gampang. Bikin aja, Senin sampai Sabtu, 6 hari kan? Seharinya 6 jam. 6 jam kali 6 hari 36 jam. Hari Minggunya saya suruh masuk, gak usah bayar lembur 4 jam. Total 40 jam. Gak salah. Tapi tidak ada istirahat. Bagai pekerja perempuan, alat reproduksinya itu akan hancur," tegasnya.

Pria yang sering menghadiri konvensi buruh pada sidang ILO di Jenewa ini menambahkan, dalam literatur yang dia pahami di seluruh dunia, tidak ada itu Omnibuslaw menjawab tentang investasi.

"Mana fakta-faktanya. Dalam membuat Omnibuslaw tentang investasi bagi seluruh dunia, antara UU Investasi dan UU perlindungan kerja itu dipisahkan. Belum lagi persoalan lain, persoalan Amdal, tanah untuk rakyat, persoalan nelayan, persoalan tentang hak-hak masyarakat sipil. Sepanjang itu tidak dilanggar dalam UU Omnibuslaw, kami setuju. Silakan," terangnya.

Memang investasi kata Said yang menjadi target pertumbuhan ekonomi, di samping konsumsi, government expenditure dan net export, yang bisa menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran.

"Tapi jangan lupa, konsumsi itu salah satunya. Penyumbang pertumbuhan ekonomi itu purchahsing power, daya beli. Daya beli yang terukur adalah upah. Kelompok buruh memang bukan kelompok poor (miskin) tapi rentan miskin. Kelompok buruh, pengusaha dan yang lainnya, dialah penyumbang purchasing power terbesar. Ini yang harus dijaga. Karena dia menjaga tingkat konsumsi. Kalau kemudian kelompok buruh ini dihantam dengan kebijakan nirpoor mendekati miskin, dia turun menjadi miskin, melalui kebijakan. Sehingga konsumsi tadi yang jadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi, kepukul," tegasnya.

"Siapa sih bisa memastikan bahwa setelah omnibuslaw ini akan masuk investasi? Semua negara menahan diri kok. Resesi. Kecuali China. China pun tidak mau bantu. Tidak mau masuk, beda 1998. Yang harus dijaga konsumsi. Kemandirian masyarakat. Untuk menjaga itu upah dan kesejahteraan kelompok penunjang daya beli ini dijaga. Bukan malah dihancurkan," tambahnya.

"Pancasila sudah hilang. Liberal benar ini Undang-undang. Kemudian juga cuti haid dan melahirkan masih ada. Yang dipersoalkan, kalau undang-undang lama, cuti haid dan cuti melahirkan perempuan itu tetap dapat upah. Sekarang kalau cuti haid, dipotong upahnya. Buruh perempuan tidak akan ambil cuti haid. Dia tetap akan masuk kerja. Takut upahnya dipotong. Melahirkan itu tiga bulan. 45 hari sebelum melahirkan, dan 45 hari setelah melahirkan. Masa dipotong upah gara-gara melahirkan. Konvensi ILO ada namanya Maternity Protection. Dunia melindungi alat reproduksi para pekerja perempuan. Kalau sampai alat reproduksi perempuan terganggu atau sakit, maka negara harus bertanggung jawab," ungkapnya.

Said menegaskan, karena bentuk tanggung jawab negara menurut ILO, maka keluarlah cuti haid, cuti hamil. Upah itu minimal dibayar 2/3 dan mungkin ditambahkan. Di beberapa negara Eropa kata Said, suaminya ikut cuti. Istrinya dibayar upah penuh.

"Ini bukan persoalan buruh mau enak. Mau privilage. Itu kan kodrat. Dan dunia melindungi. Apalagi kita ini kan negara Pancasila," terangnya.

Hal lainnya yang dikritik adalah jam kerja. "Nanti kalau jam kerja per jam itu boleh, pabrik sepatu, pabrik boneka. Dia tak usah punya pabrik. Sewa aja ruko sebagai kantor. Bagaimana cara produksi bonekanya. Dia kasih satu RT 50 orang. Nih saya siapin mesin dan bahan, kamu kerjain ya. Setiap orang misalnya setiap hari dua boneka atau dua sepatu domestik. Berapa uang yang dibayar. Uang per jam. Katakanlah kalau ambil upah minimum Jakarta Rp2,4 juta. dibagi 30 hari kerja berarti sekitar Rp17.500 perjam. Dua boneka dikerjakan 4 jam. Berarti untuk dua boneka hanya sekitar Rp70 ribu itu seminggu. Sebulan hanya Rp280 ribu. Kerjaannya dicakup. Kerjaannya dikapuk. Hidup gak dengan Rp280 ribu. Garis kemiskinan saja Rp450 ribu. Setengah dari garis kemiskinan. Masa orang disuruh kerja untuk miskin. Di mana negara. Waduh saya tidak mengerti cara berpikirnya. Dan DPR mengiyakan," tandasnya.

#Zoominari #Achmad Nur Hidayat

Berita Populer