TAKALAR, BUKAMATA - Hak Interpelasi adalah DPR meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Karenanya, harus dipergunakan sebaik-baiknya. Itu diungkap Aktivis Pemuda Galesong, Muhammad Rusli Daeng Ngopa.
Daeng Ngopa berharap kepada anggota DPRD Takalar, tidak mengobral dalam menggunakan hak interpelasi. Lembaga legislatif itu lanjut Daeng Ngopa, harus lebih bertanggung jawab dalam menggunakan wewenangnya.
"Hak Interpelasi dan hak-hak lain, harus digunakan secara selektif. Tidak boleh terlalu diobral. Pasalnya DPRD dan kepala daerah menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan undang-undang," terangnya.
Baca Juga :
Dalam sistim perundang-undangan kita lanjut Daeng Ngopa, DPRD dan kepala daerah adalah mitra sejajar. Keduanya tidak lebih tinggi dan lebih rendah satu sama lain. Hanya bisa dibedakan dari perspektif fungsi dan kewenangannya.
Khusus dalam fungsi pengawasan, DPRD imbuh Daeng Ngopa, tidak boleh apriori dan menutup mata terhadap apa yang telah dikerjakan oleh pemerintah.
"22 program unggulan Bupati Takalar hingga di tahun ketiga, telah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Justru berbanding terbalik dengan apa yang menjadi alasan anggota DPRD Kabupaten Takalar menggulirkan Hak Interpelasi," tegasnya.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan itulah lanjut Rusli Opa, DPRD diberi “gigi” berupa hak bertanya, hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, bahkan juga hak imunitas atau hak untuk tidak dapat diseret ke pengadilan karena pernyataan di dalam dan di luar ruang sidang.
"Hak-hak tersebut diberikan oleh konstitusi ke DPRD dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan.
Hak interpelasi dan hak-hak lainnya yang dimiliki anggota DPRD Takalar, harus digunakan secara selektif tidak boleh terlalu diobral," terangnya.
Maka dalam UU Nomor 27 Tahun 2008 Tentang MPR DPR DPD dan DPRD lanjut Daeng Opa, ditegaskan bahwa hak-hak tersebut hanya bisa digunakan terhadap kebijakan pemerintah yang berdampak luar biasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ibarat senjata kata dia, maka hak-hak tersebut harus digunakan secara terukur, agar efektif dan efisien.
Selanjutnya juga sebagai sebuah senjata pamungkas, hak-hak itu tidak boleh digunakan sembarangan.
"Jangan sampai terjadi sindrome 'Kunto Wijoyondanu'. Dalam cerita Mahabarata, Kunto Wijoyondanu adalah senjata pamungkas Adipati Kaena yang hanya bisa digunakan sekali saja seumur hidupnya. Sehingga pada waktu perang Baratayudha senjata Kunto Wijoyondanu sudah telanjur digunakan untuk membunuh Gatotkaca, maka ketika Adipati Karna harus berhadapan dengan Arjuna, dia tidak lagi mempunyai senjata pamungkas dan akhirnya dia kalah bahkan tewas," beber Rusli.
Hak-hak dewan kata dia, tidak ubahnya seperti senjata Kunto Wijoyondanu. Senjata yang sangat sakti itu, tidak boleh diobral dan terlalu sering digunakan. Jika terlalu sering digunakan, maka kesaktian dan "tuahnya” akan hilang dan akhirnya tidak efektif lagi.
Kewibawaan hak-hak dewan itu kata Rusli, akan hilang makna. Sehingga fungsinya sebagai instrumen pengawasan, akan malfungsional dan disfungsional.
"Kami atas nama masyarakat, berharap kepada Bapak anggota DPRD Kabupaten Takalar, untuk lebih peka terhadap permasalahan kami. Jangan sampai lain yang kami rasakan lain yang bapak perjuangkan," harap Rusli.
Di sisi lain tambah dia, kesibukan anggota DPRD Takalar mengurus hak interpelasi, justru membuat Pembahasan APBD-P terbengkalai.
"Hal ini, akan membuat pembangunan terhambat dan pada akhirnya masyarakat yang akan kembali dirugikan," pungkasnya.