Redaksi : Jumat, 07 Agustus 2020 14:42
Prof Fasli Djalal

BUKAMATA - Wakil Menteri Pendidikan periode 6 Januari 2010 hingga 19 Oktober 2011, Prof Fasli Djalal, turut nimbrung dalam program Zoominari yang digelar Narasi Institute.

Program yang dipandu Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat itu, mengangkat tema soal pendidikan. Khususnya bagaimana infrastruktur pendidikan bagi siswa di masa pandemi Covid-19 ini.

Menurut Prof Fasli, harusnya provider memberikan kuota cuma-cuma ke siswa untuk membantu mereka dalam proses belajar mengajar. Nanti pemerintah yang membayar ke provider. Karena kata Prof Fasli, provider kan pemerintah juga yang punya.

"Ini namanya krisis. Jaringan kan sudah. Satelit ada. Palingan nanti butuh campur tangan Kominfo. Beri dana kominfo sedikit, agar ada aksesibilitas ke mana-mana," terangnya.

Sebetulnya dalam konteks normal kata Prof Fasli, memang kita harus mencari cara bagaimana agar seluruh potensi dari bangsa ini, melahirkan contoh-contoh terbaik atau best practice yang bisa diterapkan dalam pendidikan kita. Bagaimana merangsang inovasi anak-anak sekolah.

"Itu harus dirangkul pemerintah, karena tidak bisa pemerintah mengerjakan semua. Pemerintah terbatas pada lingkup birokrasi. Ada LSM, maupun individu-individu yang punya best practice, bisa dirangkul. Yang bisa melahirkan inovasi. Namun, akhirnya ini tidak masuk dalam sistem karena tidak pernah dibicarakan," jelasnya.

Prof Fasli mengaku lama di Bappenas. Dia juga melihat salah satu kelemahan kita adalah, kerjasama dengan luar negeri banyak sekali. Pada waktu program kerjaasama dilakukan itu jalan. Tapi begitu selesai, best practice-nya tidak bertahan lama.

"Walaupun kerjasama luar negeri ini sudah sebagian besar bersama birokrasi. Karena jadi program spesial, tidak include di birokrasi akhirnya masih dipandang sebagai program asing," terangnya.

Prof Fasli juga mengatakan, daerah juga harus dibebaskan memilih lembaga yang memang dibutuhkan daerah dan memiliki chemistry. Sehingga daerah bisa belajar dari best practice daerah itu.

"Sudah triliunan dana dikeluarkan untuk mutu pendidikan lebih baik. Nah sekarang datang covid. Ini segala-galanya dampaknya untuk pendidikan. Tidak lengkap UU yang menyediakan dana untuk covid hanya untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, dan ekonomi. Dan mengabaikan pendidikan," terangnya.

Menurut Fasli, kita mengubah kondisi yang kita atur dengan ketat di sekolah. Bagaimana prinsip kesamarataan itu dikedepankan. Tidak membedakan murid-murid dari tingkatan sosial. Belajar di ruang ber-AC, buku yang sama, powerpoint yang sama, disetting untuk hak yang sama bagi seluruh anak, apapun tingkat sosialnya.

"Di kelas kita dengan guru kita dia dapat keadilan. Dengan adanya pelajaran daring, suasana tadi berpindah ke rumah. Ada kadang-kadang tidak punya listrik, ada kadang tidak punya konektivitas. Ada konektivitas tidak ada gawai, belum lagi tidak punya uang beli kuota. Dampak covid sangat besar, jika kita tidak berhati-hati," terangnya.

Yang kaya lanjut dia, akan mendapatkan perangkat lebih canggih dengan akses yang kuat, uangnya ada beli kuota, gawainya canggih. "Sementara anak yang tidak punya itu, luar biasa tekanan psikologisnya. Bertengkar kakaknya karena memperebutkan gawai. Belum lagi harus panjat pohon guna mendapatkan jaringan," ungkap Prof Fasli.

Prof Fasli bilang, saat ini dia sedang memfasilitas adanya BTS mobile, untuk mengatasi ketidaktersediaan jaringan tadi. "Ternyata, banyak anak sekolah di sebuah desa tidak punya jaringan. Akhirnya dapat BTS mobile, sekarang murid dan mahasiswa di desa itu, bisa mengakses internet," terangnya.

Prof Fasli mengajak seluruh stakeholder pendidikan, untuk menyebarluaskan praktik-praktik baik untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.

Yang harus dilakukan kata Prof Fasli, bagaimana Covid tidak melahirkan inequality (ketidakadilan). "Kita harus berpikir keras, mana yang harus diprioritaskan. Guru tidak siap, sekolah tidak siap, dan rumah juga tidak siap untuk akses yang bervariasi," terangnya.

Prof Fasli menegaskan, negara wajib menyediakan bantuan sosial untuk pendidikan. Jika tidak, dengan problematikan belajar daring ini, kita terancam akan mengalami lost generation.

"Ini masa depan kita, kita bisa lost generation kalau anak-anak kita terdampak Covid ini nanti ketinggalan. Kita perlu mengusulkan ke DPR. Saya sudah hitung-hitung. Agama-Dikbud ada 60 juta siswa dan mahasiswa. Kalau kita kategorisasikan mana yang mampu dan mana yang tidak mampu, taruhlah kita bermain di angka 60 persen penduduk. Dari 60 persen ini, berapa lama kita bisa membuat akses gratis. Kalau mereka sudah memiliki handphone, oleh provider memberikan kuota untuk hapenya sebagai daring. Dijamin oleh pemerintah untuk mendapatkan kuota gratis dari provider. Nanti pemerintah yang berurusan dengan provider. Provider kan milik pemeintah juga. Harga bisa dinegosiasikan, namanya kritis. Kita punya jaringan, satelit ada. Kasi dana kominfo untuk aksesibilitas," terangnya.

"Kasi tempat yang bisa dijangkau masarakat. Desa, masjid, gereja. Untuk itu tidak terlalu berbelit-belit," imbuhnya.

"Kalau ada ratusan ribu gawai kita pinjamkan ke anak-anak. Luar biasa sekali. Program keluarga harapan saja diberikan gawai. Padahal tidak darurat," tegasnya.

Prof Fasli mengaku pernah bertanya ke mahasiswa. Mereka rata-rata butuh Rp500 ribu per bulan untuk kuota. "Kalau murid-murid saya kira cukup Rp100 ribu. Asal jangan kelamaan zoom. Juga materi pembelajaran jangan terlalu menyedot kuota banyak," ungkapnya.

Prof Fasli juga menyampaikan, semua best practice bisa ditularkan oleh siapa saja. Mau itu guru, organisasi, yayasan pendidikan, lembaga filantrofi. Pendidikan lanjut dia, harus diurus banyak orang.

'Bagaimana orang yang punya inovasi, bisa menawarkan secara terbuka. Kalau pemerintah tertarik silakan. Kita sudah masanya mengembangkan pendidikan. Kita di Bappenas memang frustasi, kalau dana itu lewat jalur birokrasi, akhirnya lebih didahulukan prosedur birokrasinya. Karena luasnya Indonesia, pelatihan didesain dari pusat, belum tentu sama dibutuhkan semua guru. Kalau banyak organisasi akan ketahuan, ada yang fokus buku dan lain-lain," pungkasnya.