Prof Edi Swasono: Pendidikan Kita Salah Arah, Cerdaskan Kehidupan Bangsa Beda dengan Cerdaskan Otaknya Saja
Mencerdaskan kehidupan bangsa, beda dengan mencerdaskan otaknya saja. Itu diungkap Ketua Majelis Luhur Taman Siswa, Prof Sri Edi Swasono. Menurutnya, pendidikan kita lebih berkiblat ke barat, sehingga kita cenderung minder.
BUKAMATA - Narasi Institute dalam Zoominar-nya kali ini, mengangkat tema soal pendidikan. Menghadirkan beberapa pembicara berkompeten. Salah satunya, Ketua Umum Majelis Luhur Taman Siswa, Prof Sri Edi Swasono.

Dipandu Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, Prof Sri Edi Swasono menjelaskan, selama ini pendidikan kita terlalu berkiblat ke barat.
Prof Sri Edi menjelaskan, tidak ikut sertanya Taman Siswa pada Program Organisasi Penggerak (POP) ini, karena tidak jelas arahnya. Dulu kata Prof Edi, selalu ditekankan perlunya character and national building. Namun, ini tidak pernah tuntas. Nation building tidak terjadi. Character building juga tidak pernah tercapai.
Prof Sri iEdi bilang, mencerdaskan kehidupan bangsa, lain dari pada mencerdaskan otak bangsa. "Kita minder, kita mengagumi barat, mengagumi teori-teori barat, kita tidak mengagumi diri sendiri. Dan best practice yang disebutkan sering yang disebut best practice dari negeri barat," ungkapnya.
Taman Siswa imbuh Prof Sri Edi, konsern fokus meluruskan arah pendidikan bangsa. Dia mengaku mencoba prihatin ke mana pendidikan itu dibawa. Arah pendidikan kita lanjut dia, harus sesuai dengan pesan konstitusi kita. Yaitu pasal 31 UUD 1945. Bunyinya, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan". Ini kata dia, banyak tidak dibaca oleh pamong dan stakeholder pendidikan kita.
"Kenapa satu sistem pendidikan? karena negara kita negara bineka, dan satu sistem itu bertujuan mentransformasi kebinekaan menjadi ketunggalikaan. Jadi tanpa satu sistem, transformasi tidak akan terjadi. Ketunggalikaan tidak berarti masing-masing hilang. Tidak. Bahkan ditegaskan Pasal 32, kita masing-masing memilih dan menjaga puncak-puncak kebudayaan," sebutnya.
Prof Sri Edi mengatakan, anak-anak kita dua tahun lalu sudah diajari bagaimana menyongsong masa depan. Lewat ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Seandainya tidak ada UNBK dulu, Prof Edi pesimis kita bisa menghadapi covid-19.
"Seandainya tidak ada UNBK dulu, di tengah Covid-19 ini, makin sulit mendayagunakan memanfaatkan peluang teknologi," tegasnya.
Prof Sri Edi mengaku ikut sedih. Miris melihat anak-anak kita banyak yang tidak punya gawai untuk belajar daring.
"Rasanya ingin membeli (ponsel) seberapa banyak yang bisa saya beli untuk anak-anak. Bahkan ada yang sampai bunuh diri (karena tidak punya ponsel) dan lain-lain. Tetapi kalau saya, harus ada pusat penyumbang HP, siapa yang mengkoordinir itu supaya bisa tepat sasaran," ungkapnya.
Bahkan lanjut Prof Sri Edi, bahkan ada yang meminjam HP tetangganya. "Di tengah-tengah belajar diminta kembali oleh tetangga," ungkapnya.
Prof Sri Edi menambahkan, UNBK dari berbasis kertas ke komputer, itu sudah merintis untuk menggalang masa depan yang ada.
Dia juga menyoroti, Pilkada Serentak pada Desember 2020 nanti, itu menghabiskan biaya. Prof Sri Edi menilai, prioritas utama adalah selesaikan dulu Covid-19 dengan baik. "Karena keselamatan negara, keselamatan rakyat yang paling utama," pungkasnya.
News Feed
Kurang dari 24 Jam, Polisi Berhasil Tangkap Pelaku Curanmor di Bontocani Bone
23 Oktober 2025 17:54
13.224 PPPK Kemenag Dilantik, Termuda Usia 20 Tahunan
23 Oktober 2025 17:47
Berita Populer
23 Oktober 2025 10:30
23 Oktober 2025 10:56
23 Oktober 2025 11:45
23 Oktober 2025 11:42
23 Oktober 2025 12:51