Redaksi
Redaksi

Jumat, 24 Juli 2020 11:05

Dahlan Iskan: Jangan Melawan Atasan, Orang Kaya dan Orang Gila, Erick Thohir Punya Ketiganya

Dahlan Iskan bilang, ada tiga orang yang tak boleh dilawan. Pertama atasan. Dua, orang kaya. Dan ketiga orang gila. Erick Thohir punya ketiganya.

BUKAMATA - Zoominari kembali digelar Narasi Institute. Temanya soal Tim Pemullihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dipimpin Erick Thohir. Diskusi dipandu Founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menghadirkan mantan Menteri BUMN, juga jurnalis senior, Dahlan Iskan.

Dalam ulasannya, Dahlan menyitir sebuah ungkapan. Menurutnya, ada tiga jenis orang yang tidak bisa dilawan. Satu atasan, dua orang kaya, tiga orang gila. Dan menurutnya, ketiga hal itu ada pada diri Erick Thohir. Tentu saja, gila yang dimaksud Dahlan Iskan ini, bukan gila dalam hal kejiwaan, tapi gila dalam hal berpikir di luar kotak atau out of the box.

Menurut Dahlan, seharusnya bencana besar bisa melahirkan terobosan besar. "Sampai hari ini kita belum mendapatkan terobosan besar apa yang sudah kita lakukan untuk bencana besar ini. Sayang sekali kalau bencana besar tidak menstimulir kita menemukan terobosan besar," ungkapnya.

Menurut Dahlan, teguran dari Tuhan ini seperti kita sia-siakan kalau kita tidak menemukan terobosan besar. Kita biarkan saja lewat tanpa kita manfaatkan untuk menggerakkan orang dalam terobosan yang besar.

Pembentukan tim PEN yang diketuai Erick Thohir, dan beranggotakan Doni Monardo dan Budi Sadikin ini kata Dahlan, akan menemukan terobosan besar. Itu agar pandemi besar ini dikenang bangsa ini sebagai pandemi yang mewariskan jalan keluar pada banyak bidang.

"Kita sudah tahu dengan birokrasi yang ada, tidak menghasilkan sesuatu yang bisa kita anggap sebagai terobosan besar. Sehingga bapak presiden menganggap sayang kalau bencana yang begini besar tidak menghasilkan terobosan besar," imbuhnya.

Padahal lanjut dia, infrastruuktur legalnya sudah disiapkan. Pemerintah boleh melakukan apa saja. DPR juga sudah mempersilakan, pemerintah bisa melakukan apa saja.

"Tetap kok tidak ada terobosan besar. Sayang kalau pendemi lewat tidak ada monumen apapun," katanya.

Dahlan mencontohkan misalnya kesehatan. Menurut Dahlan, Doni Moenardo tidak didegradasi. Sekarang ini kata Dahlan, Doni di bawah koordinasi Erick Thohir, malah akan mendapatkan keleluasaan untuk melakukan terobosan yanag diperlukan.

"Pak Doni secara struktural memang kelihatan turun, tapi secara gerak lebih leluasa. Segala macam akan ditemukan melalui PEN ini. Segala best practice akan ditemukan. Misalnya sekarang, best practice untuk tes, kita sudah tahu. Di Padang misalnya, dengan dokter Andani. Dia mengatakan bahwa di Universitas Andalas bisa melakukan tes PCR test satu hari sampai 4.500," ujar Dahlan.

Dokter Andani lanjut Dahlan, juga secara sukarela mau menularkan pengetahuannya. Gratis. Dak usah bayar. "Tapi kok sudah dua bulan lebih tidak di-copy oleh daerah manapun. Ini apa yang terjadi? Kenapa Pak Doni tidak bisa menginstruksikan ke seluruh Indonesia untuk meniru apa yang dilakukan dokter Andani?," ujarnya dengan nada tanya.

Toh kata Dahlan, Dokter Andani bersedia memberikan guidance. "Ini tidak menyangkut mesin. Ini menyangkut proses di laboratorium. Kalau Pak Doni bisa memaksakan best prctice ini ke seluruh Indonesia, maka itu terobosan," tegasnya.

Tentang monitoring atau tracing. Dahlan juga melihat tidak ada sama sekali terobosan untuk melakukan tracing orang yang sudah positif. Mereka masih bisa berkeliaran. Tidak ada sama sekali upaya untuk memonitoring melalui aplikasi. Padahal kata Dahlan, aplikasi ini juga sudah diciptakan melalui putra bangsa bernama Alghozi. Yang Dahlan beri predikat "milenial nakal" itu.

"Kenapa ini tidak bisa jadi model. Padahal kita ada banyak universitas, ada banyak penemu. Apakah ada kepentingan ego di sini yang akhirnya tidak dipilih salah satu sebagai the best dan dipaksakan ke seluruh Indonesia," ungkapnya.

Padahal tambah dia, aplikasi ini bisa memonitor orang yang berpotensi terjangkit, agar bisa dikarantina. Supaya orang-orang yang lain bisa bekerja dengan tenang.

"Yang harus karantina tidak dimonitor. Sehingga yang tidak seharusnya karantina juga tinggal di rumah, karena takut terjangkit yang positif," paparnya.

Jadi kata dia, yang terjadi, yang sehat ini juga tersandera oleh yang positif. "Karena tidak termonitor, dia (orang positif Covid-19) ada di rumah atau tidak. Dia keluyuran atau tidak. Padahal sudah diciptakan aplikasi. Kenapa tidak difungsikan," tandasnya.

Dahlan berharap vaksin ini cepat ditemukan. Ujicoba saat ini kata dia sudah dilakukan di Tiongkok. Uji coba tahap satu. Juga ujicoba tahap dua. Di Indonesia, itu adalah uji coba tahap tiga. Menurut Dahlan, tahap tiga ini harus dilakukan di banyak negara. Ini ditawarkan ke negara manapun yang hendak melakukan uji coba.

"Ujicoba tahap satu cukup sampelnya 60 orang. Karena ujicoba tahap satu, hanya untuk mengetahui efek samping. Tidak ditemukan efek samping yang ditemukan di Tiongkok. Uji coba tahap dua untuk efektivitasnya. Jadi diujicoba ke lebih banyak orang lagi. Dari berbagai segmen umur dan jenis kelamin. Itu juga sudah lolos di Tiongkok," sebut Dahlan.

Ujicoba tahap ketiga kata dia, bisa bagi negara yang mau. "Kalau saya, seharusnya Indonesia mau. Paling tidak 300 orang. Paling tidak 3000 orang. Kayaknya Indonesia memilih cukup 1.500 orang. Karena dari berbagai variasi suku. Ada Jawa, Bugis, Padang. Sehingga bisa dimonitor lebih banyak," terangnya.

"Seandainya saya memenuhi syarat, saya mau diujicoba. Agar segera ditemukan vaksin yang cocok untuk orang-orang yang belum terkena covid ini. Sebetulnya perhitungan saya, November sudah harus selesai," tegasnya.

"Saya tidak tahu kenapa harus sampai Januari. Kalau sudah tahap tiga, baru dilaporkan untuk ijin internasional. Kalau sudah dilaksanakan, supaya kita dapat hak untuk memproduksi," tambahnya.

Di bidang ekonomi, pilihan Erick Thohir kata Dahlan sangat tepat. Dia bukan orang partai. Lalu dia menguasai bidang itu. Baik ekonomi riil, maupun finansial. Secara pribadi lanjut Dahlan, Erick Thohir juga fleksibel. Bisa menghormati senior.

"Apalagi di bawahnya ada Pak Doni yang nonpartai. Ada juga Budi Sadikin. Nonpartai. Dan menguasai manajerial. Termasuk kemarin bagaimana menyelesaikan Freeport. Saya yakin, tim ini bisa mencari terobosan. Tidak ada lagi isu partai di situ," ungkapnya.

"Kemarin soal cetak uang, kan dicurigai karena Menkonya Golkar. Pasti nanti yang cetak uang ini, banyak nanti untuk kepentingan politik segala macam. Nanti ini tidak ada lagi. Karena terbebas dari isu-isu itu," tambahnya.

Dahlan melihat ini bukan masalah anggaran. Tapi pada otoritas yang belum diberikan, yang bisa memerintahkan daerah-daerah. "Kalau daerah-daerah meminta mesin PCR langsung diberi. Ini bukan masalah anggaran. Tapi ini otoritas," ungkapnya.

Dahlan juga melihat, kenapa ditunjuk Erick Thohir. Pertama kata Dahlan, karena Erick kaya raya. Orang kaya kata Dahlan, semakin kaya semakin ditakuti.

"Ada tiga orang yang sebaiknya jangan dilawan. Satu atasan, dua orang kaya, tiga orang gila. Erick ini juga sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Berapa senior atasannya, pasti atasannya mikir. Minimal segan. Karena di balik Erick Thohir itu ada presiden. Jadi selain kaya, juga dekat dengan Presiden. Saya teringat Pak Chaerul Tanjung jadi Menko Ekuin. Saya kira wibawa Pak CT sebagai orang kaya yang tidak perlu apa-apa lagi, yang mau berkorban demi negara. Mengorbankan waktunya di permeintahan, saya kira Erick Thohir akan seperti itu. Orang yang tidak perlu apa-apa lagi, tapi ingin berbaut denmi negara. Erick Thoihr itu juga humble. Secara kebatinan, Erick Thohir juga siap untuk itu," beber Dahlan.

"Pak Erick itu seperti Dirut, Pak Doni dan Pak Budi itu Direktur. Dan para Menko itu seperti komisaris (di Tim PEN ini)," pungkasnya.

#Kopi Tumpah #Narasi Institute #Ekonomi Covid-19