RUU Cipta Kerja Perlu Menyesuaikan New Normal, Andi Akmal: Kemandirian Pangan Mutlak
Indonesia disebut perlu merubah situasi buruk ini menjadi kekuatan baru yang regulasi baru mengoptimalkan kekuatan negara yang bersumber dari dalam negeri.
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh Dunia diakui telah membuat kaget hampir seluruh Negara tidak memandang negara miskin, berkembang maupun maju, semua terdampak. Termasuk Indonesia.

Untuk itu, Indonesia disebut perlu merubah situasi buruk ini menjadi kekuatan baru yang regulasi baru mengoptimalkan kekuatan negara yang bersumber dari dalam negeri.
Hal ini diungkapkan Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin, di sela-sela dialog virtual dengan menteri Pertanian yang diselenggarakan Universitas Hasanuddin Makasar, Rabu (3/5/2020).
"Pembahasan RUU cipta kerja saat ini telah memasuki babak baru dengan mendengarkan masukan dari banyak pakar melalui badan legislasi DPR RI. Saya perlu menyuarakan, bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini akan menjadi sebuah regulasi besar yang menjadi sandaran New Normal akibat wabah Covid-19. Optimalisasi sumber daya dalam negeri terutama pangan, itu harus dihasilkan dari dalam negeri," kata Akmal.
Seperti banyak dipahami oleh banyak kalangan, bahwa RUU Omnibus Law Cipta kerja ini telah membuat publik merasa khawatir jika seandainya RUU ini disetujui menjadi Undang-Undang. Kekahwatiran ini sangat wajar dikarenakan banyak sektor kerakyatan yang akan terganggu bila RUU Cipta kerja ini disahkan.
Nama RUU Cipta kerja bagus dijudul, tapi di dalamnya banyak memberi ruang asing baik investasi, modal, SDM dan pengadaan barang pangan pokok yang berasal dari luar negara. Misalnya pada persoalan impor pangan, 3 pasal penting Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani jadi hilang pada point pengaturan impor komoditas Pertanian.
Andi Akmal melihat, ini akan menjadi persoalan baru masa depan negara dan sangat bertolak belakang dengan situasi new normal yang akan dihadapi di masa yang akan datang.
Dia menguraikan, masa depan ummat manusia di seluruh dunia akan mengalami perubahan besar pasca wabah covid-19. Fakta lapangan menunjukkan, penutupan pusat perbelanjaan baik pasar tradisional maupun modern, penutupan taman bermain atau tempat rekreasi, penutupan terminal, penutupan bandara, penutupan restauran atau tempat makan hingga penutupan sebuah kota menjadikan prilaku penduduk juga berubah. Pola kerja (WFH), pola belajar (SFH), bahkan pola konsumsi dan transaksi jual beli juga akan berubah.
"Pergerakan Manusia sangat dibatasi kecuali pergerakan logistik dan APD. RUU Cipta Kerja perlu mensinkronisasi prediksi keadaan masa depan dengan seluruh regulasi besar yang akan tertuang di undang-undang raksasa ini. Semua harus berfikir NKRI. Jangan lagi ada kepentingan pribadi atau golongan bila negara ini ingin maju", tukas Akmal.
Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mengusulkan, New Normal pasca Covid-19 perlu membalik arus sejarah bangsa akan petani, pertanian dan pangan. Menurun drastisnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dari 22,09% menjadi 13% pada 30 tahun terakhir (1990-2018) harus dirubah dengan dukungan regulasi yang baik.
Ia melanjutkan, bahkan Pekerja Sektor Pertanian tercatat 35,7 Juta Orang (28,79% penduduk) dan Masuk Usia Tua. (Kelompok Usia Muda 19-39 tahun, hanya 10%. Kondisi ini tak bisa dibiarkan, karena 10 tahun kedepan, ancama krisis pangan menjadi peringatan keras.
"Negara kita memiliki semua potensi yang jarang dimiliki oleh negara lain di Dunia. Posisi geografis dan sumber daya alam yang dimiliki mestinya menjadi daya tawar posisi tinggi di mata dunia. Ini bagaimana pemimpin negara kita mampu menjalankan. Saya sangat yakin bangsa kita ini cerdas-cerdas, tapi yang sangat disayangkan adalah persoalan moraalnya", ungkap Akmal.
Politisi PKS ini menyarankan kepada pemerintah dan seluruh stakeholder yang akan membahas RUU Cipta kerja, untuk memutlakkan kemandirian pangan. Lemahnya produktivitas mesti diperhatikan dengan tidak menghamburkan APBN yang tidak jelas outcamnya seperti BLT yang tidak berdasar data.
Termasuk strategi menciptakan permintaan pasar dengan meningkatkan daya beli ternyata di lapangan tidak sejalan dengan faktor ketersediaan oleh produsen akibat dunia usaha yang kolaps. Ini menjadi alasan yang ibarat lingkaran setan untuk mengambil langkah Impor yang menjatuhkan neraca perdagangan kita terutama produk pangan termasuk hortikultura.
Satu hal lagi adalah, lanjut akmal, persoalan logistik. meluasnya distorsi distribusi produk pertanian yang menyebabkan meningkatnya harga komoditas pertanian dan ditambah lagi meningkatnya ongkos perdagangan produk-produk pertanian menjadikan sempurna keruwetan bangsa kita.
Indonesia mesti mampu memperkuat logistik nasional akan pangan, selain faktor kesehatan, yang merupakan sektor vital yang akan mempertahankan stabilitas politik, ekonomi maupun keamanan. Sehingga RUU Cipta Kerja mesti mendukung penguatan logistik dan distribusinya. Selama ini salah satu alasan impor pangan karena biaya pengadaan dari luar negeri ke Jabotabek sebagai konsumer daging terbesar misalnya, lebih murah dibandingkan dari dalam negeri seperti dari Indonesia Timur.
"Tiga pilar keamanan pangan, harus dipastikan stabil yang didukung oleh regulasi yang tepat. Pilar ini adalah ketersediaan Pangan, Akses Pangan (Kemampuan daya beli) dan Pemanfaatan Pangan. New Normal akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Saya mengingatkan, RUU Cipta Kerja jangan menghilangkan pengaturan impor karena akan merugikan Negara. Jika pengaturan impor ini di hilangkan, maka potensi rusaknya kedaulatan Negara akan terjadi", pungkas Andi Akmal Pasluddin.
News Feed
Kominfo Makassar Tingkatkan Kapasitas OPD Lewat Bimtek Arsitektur SPBE
23 Oktober 2025 19:40
Kurang dari 24 Jam, Polisi Berhasil Tangkap Pelaku Curanmor di Bontocani Bone
23 Oktober 2025 17:54
13.224 PPPK Kemenag Dilantik, Termuda Usia 20 Tahunan
23 Oktober 2025 17:47
