BUKAMATA - Ahli Tata Kota dan Permukiman dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar menyarankan agar pemerintah memberikan wewenang kepada Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) yang lebih meyakinkan kredibilitasnya untuk mengelola rumah subsidi.
“Jadi di semua pusat pertumbuhan kota metropolitan, seharusnya pemerintah itu memberikan privilege kepada Perumnas,” kata Jehansyah dilansir Kompas, Rabu (26/6/24).
Sebab, Perum Perumnas akan memberikan hunian yang berimbang dengan menyediakan fasilitas sosial dan umum hingga 30 persen ruang terbuka hijau (RTH).
"Semuanya, karena dia developer publik, merah putih, enggak boleh cheating, enggak boleh ngibul,” ucap Jehansyah.
Perum Perumnas akan menyediakan rumah subsidi dalam skala besar yang berkoordinasi dengan para pengembang atau developer.
“Pengembang yang kelas KPR bersubsidi itu dihimpun. Jadi, bukan asosiasi (pengembang) yang perlu banyak-banyak sampai belasan,” ujar Jehansyah.
Jehansyah menjelaskan, Perum Perumnas bakal mengorganisir berbagai sumber daya kunci untuk membangun rumah subsidi.
"Tanah, infrastruktur, biaya, teknologi bangunan, termasuk semen (yang digunakan). Nah, lalu di bawahnya itu ikut developer perumahan sebagai register public housing developers,” kata Jehansyah.
"Jadi, kalau tidak tepat sasaran, si Perumnas itu yang menindak. Kinerja dia (harus) tepat sasaran, karena dia mengelola kawasan, 100 hektare, 200 hektare, 300 hektare,” lanjut dia.
Jehansyah mengatakan, tidak ada satu pun lembaga atau institusi yang mengawasi agar rumah subsidi dari pemerintah Indonesia tepat sasaran. Jehansyah menjelaskan, dalam penyaluran rumah subsidi mempunyai pola yang berujung kepemilikannya tidak tepat sasaran.
Kata dia, para pengembang berhimpun menjadi satu, lalu menggelar pameran yang dikhususkan untuk rumah subsidi.
“Karena kebijakan rumah subsidi ini masif, ratusan ribu rumah setiap tahun. Nah setelah mereka Expo, lalu ada yang KPR, maka mereka yang penting laku. Jadi, sekarang siapa pihak yang menjamin itu tepat sasaran?” ujar Jehansyah.
Setalah pameran dan mengantongi sejumlah calon pembeli, pengembang mengajukan ke Bank Tabungan Negara (BTN).
"(Misal) 'Nih kita ada 30, mau KPR'. Itu daftar antrean KPR itu panjang itu. Jadi, BTN menunggu dana subsidi dari pemerintah. Kalau dulu melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), kalau sekarang melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera),” kata dia.
"Nah, dana subsidi dari APBN itu triliuanan. Gede banget itu. Itu dihabiskan untuk menambal subsidi. Begitu masuk BTN, maka cair itu KPR. Si developer dibayar dan dia mencari proyek yang baru,” lanjut dia.
Dengan pola seperti itu, kata Jehansyah, tidak ada satu pun lembaga atau institusi yang berkepentingan untuk mengawasi calon pembeli agar tepat sasaran.
"Pertanyaan, konsumen mana yang mau ambil rumah subsidi? Yang tidak tepat sasaran. Artinya kan yang di atas UMR, bukan konsumen yang kelas menengah, jadi yang pendapatannya Rp 8 juta, Rp 10 juta, saya perkiraan sampai Rp 15 juta,” pungkas dia.
BERITA TERKAIT
-
Prabowo akan Bangun Perumahan Khusus Hakim
-
Hore! Driver Ojol Dapat Jatah 2.000 Unit Rumah Subsidi
-
Prabowo Perintahkan Menteri PKP Bangun Rumah untuk Tukang Bakso dan Tukang Sayur
-
Pemerintah Hapus Pungutan BPHTB, PBG, dan PPN Rumah
-
Pj Sekda Irwan Adnan Saksikan Serah Terima PSU Senilai Rp232 Miliar kepada Pemkot Makassar