Dewi Yuliani : Senin, 14 November 2022 18:17
Ist

WAJO, BUKAMATA - Pembangunan Bendungan Passeloreng di Kabupaten Wajo masih menyisakan masalah hingga penghujung tahun 2022 ini. Meskipun telah diresmikan Presiden Jokowi pada Bulan September 2022 lalu, sejumlah pemilik lahan ternyata belum menerima pembayaran ganti rugi.

Salah satu pemilik lahan, Ansar, mengaku telah menerima undangan musyawarah pembayaran ganti rugi lahan Bendungan Paselloreng sejak 20 Mei 2022, yang disertai dengan lampiran nominal pembayaran ganti rugi lahan masyarakat dari Kantor ATR/BPN Kabupaten Wajo. Undangan tersebut ditandatangani oleh Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Wajo.

Namun hingga saat ini, kurang lebih enam bulan lamanya setelah menerima undangan, masyarakat tak kunjung dibayarkan ganti rugi lahannya.

"Saya khawatir akan terjadi konflik sosial jika dibiarkan terus menerus tanpa ada penyelesaian. Saya sebagai warga yang berhak atas tanah yang masuk areal bendungan akan mempertanggungjawabkan objek tanah milik saya," ucap Ansar.

Ansar mengaku sudah geram dengan sikap Kepala ATR/BPN yang terus menunda pembayaran ganti rugi lahan. "ami sudah seringkali mengatakan jika memang ada masyarakat yang merasa haknya diambil, silahkan menempuh jalur hukum. Namun sepertinya Kepala Pertanahan terlalu lemah dengan pendiriannya," tudingnya.

"Kalau memang Kepala ATR/BPN Wajo tidak bisa menyelesaikan persoalan Bendungan Paselloreng, silahkan hengkang dari Wajo," kesal Ansar dengan nada tegas.

Senada disampaikan pemilik lahan lainnya, Erwin, warga Desa Minangatellue. Ia sangat menyesalkan sikap tidak profesional yang ditunjukkan oleh ATR/BPN Wajo, yang dinilai tidak konsisten dalam memberikan informasi mengenai pembayaran ganti rugi lahan warga.

"Lahan yang sudah diukur oleh pihak ATR/BPN Wajo bahkan sudah selesai divalidasi. Artinya, berkas yang diajukan warga sudah diakui oleh ATR/BPN Wajo dan bisa segera dibayarkan," ujarnya.

"Tetapi lahan gagal terbayarkan karena ATR/BPN Wajo sendiri yang meminta untuk membatalkan dengan alasan bahwa lahan yang sudah diukur ada yang mengklaim, tetapi dari pihak yang mengklaim ini tidak bisa menunjukan alas haknya. Jadi tidak ada lagi yang perlu dipertimbangkan, saya sangat kecewa dengan ATR/BPN Wajo yang tidak konsisten dalam mengambil keputusan," sambungnya.

Erwin menambahkan, sikap ATR/BPN Wajo tidak boleh dibiarkan. Ia meminta kepastian, kapan ganti rugi akan terbayarkan, karena sudah jelas pihak yang mengklaim tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan lahan.

Berdasarkan data yang diperoleh, masih terdapat 42,97 hektare lahan masyarakat yang belum dibayarkan. Lahan ini terletak di tiga desa, masing-masing Desa Paselloreng, Desa Arajang, dan Desa Minangatellue. (*)