Redaksi : Senin, 18 Juli 2022 08:44

MAKASSAR, BUKAMATA - Pasca ditolaknya gugatan atau Judicial Review (JR) perihal ambang batas calon presiden di Undang-Undang Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK), gejolaknya ternyata masih terus berlanjut. Beberapa pihak bahkan mempertanyakan independensi MK dalam memutus persoalan UU Pemilu yang dinilai akan merugikan banyak pihak.

Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Arqam Azikin menyebut, pasca keputusan ini, bukan tidak mungkin akan muncul gelombang-gelombang protes yang ditujukan ke MK.

"Bukan lagi tokoh-tokoh atau cendekiawan, tapi massa yang datang ke MK. Bisa jadi kayak gitu untuk merubah (UU Pemilu red.)," ungkapnya.

Oleh karena itu, dari segi politis, keputusan yang sudah diambil ini bisa saja berubah. Terlebih, jika nantinya hal ini menimbulkan gejolak yang lebih besar di masyarakat.

"Alternatif paling terakhir yang terburuk adalah para elit tiba-tiba berkompromi dengan presiden atau eksekutif. Bahwa okelah daripada ini lama, kita ambil garis tengahnya," terangnya.

Garis tengah, lanjut Arqam, bisa jadi kompromi soal ambang batas. Yang mana bisa jadi akan tetap ada ambang batas calon presiden, tapi persentasenya diturunkan. "Tidak setuju dengan 20 persen, tapi ini menyulitkan calon presiden. Tidak mungkin calon presiden jadi banyak," ujarnya.

Selengkapnya ulasan Arqam terkait putusan MK ini, dapat anda saksikan pada program Kopi Tumpah di Kanal Youtube Bukamatanews. Selain Arqam, akan ada juga ulasan dari tinjauan hukum oleh Praktisi Hukum, Irwan Muin.