Dewi Yuliani : Minggu, 23 Januari 2022 18:33
Puluhan warga yang mengatasnamakan Aliansi Wija To Luwu, menggelar aksi unjuk rasa di bata Kabupaten Luwu dan Kota Palopo, tepatnya di Desa Padang Kalua, Kecamatan Bua, Minggu, 23 Januari 2022.

LUWU, BUKAMATA - Puluhan warga yang mengatasnamakan Aliansi Wija To Luwu, menggelar aksi unjuk rasa di bata Kabupaten Luwu dan Kota Palopo, tepatnya di Desa Padang Kalua, Kecamatan Bua, Minggu, 23 Januari 2022. Mereka membentangkan spanduk dan membakar ban bekas di tengah jalan selama 15 menit, kemudian membubarkan diri.

Dalam orasinya, Koordinator Lapangan, Hasrullah Hasan, mendesak agar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menjadikan Daerah Otonomi Baru (DOB) Luwu Tengah, sebagai prioritas. Termasuk pemekaran Tana Luwu sebagai provinsi.

Sekedar informasi, seruan pembentukan Luwu Tengah disuarakan sejak tahun 2005. Aspirasi pemekaran Kabupaten Luwu Tengah mulai bergulir saat masyarakat Walenrang Lamasi (Walmas) mengeluhkan jarak tempuh yang harus dilalui terlampau jauh akibat wilayah daerah yang dipisahkan oleh Kota Palopo.

Untuk mendukung aspirasi pemekaran tersebut, Bupati Luwu saat itu Basmin Mattayang mencanangkan Pembentukan Kabupaten Luwu Tengah, dengan memekarkan Kecamatan di kawasan Utara Luwu dari dua kecamatan menjadi enam kecamatan. Yakni Walenrang, Walenrang Barat,Walenrang Utara,walenrang Timur, Lamasi dan Lamasi Timur. Dengan persyaratan enam kecamatan untuk satu kabupaten pemekaran sudah terpenuhi.

Pada Januari 2008, Pemerintah Kabupaten Luwu menyerahkan proposal Pemekaran Kabupaten Luwu Tengah ke Pemerintah Provinsi Sulsel untuk direkomendasikan ke Menteri Dalam Negeri, guna dimekarkan menjadi satu daerah otonom baru. Namun di Bulan April, Pemerintah Provinsi Sulsel mengembalikan berkas proposal pemekaran Luwu Tengah ke tangan Pemerintah Kabupaten Luwu, karena dinilai belum memenuhi persyaratan Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2007.

Bulan Juli 2008, Pemerintah Kabupaten Luwu kembali menyodorkan proposal pemekaran Kabupaten Luwu Tengah ke Pemerintah Provinsi Sulsel. Namun, setelah diverifikasi berkas proposal tersebut, masih terdapat sembilan kekurangan dalam berkas tersebut. Pemerintah Kabupaten Luwu kemudian kembali melengkapi kekurangan berkas.

Pada Bulan Juni 2009, 13 anggota DPRD Sulsel melayangkan hak interpelasi ke Gubernur Sulsel yang mempertanyakan tindak lanjut proses pemekaran Luwu Tengah. Sebulan setelahnya, Juli 2009, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo menjawab tiga pertanyaan anggota DPRD Sulsel yang diajukan lewat hak interpelasi. Salah satu point yang dijawab Gubernur yakni akan menindaklanjuti setelah data evaluasi kajian daerah yang dilakukan BPS selesai.

November 2009, BPS selesai melakukan pengkajian atas indikator pemekaran Luwu Tengah. Namun hasil kajian tersebut belum dipublikasikan kepada publik. Di bulan yang sama, BPS menyerahkan kajian atas kelayakan pemekaran Luwu Tengah ke Biro Otoda Pemprov Sulsel.

Desember 2009, Bamus DPR RI mulai mengagendakan jadwal sidang tahun 2010, dan tidak terdapat agenda pembahasan pemekaran Luwu Tengah pada agenda sidang tahun 2010 tersebut, akibat belum masuknya rekomendasi pemekaran dari Pemerintah Provinsi Sulsel. Tim dari DPRD Luwu kemudian mendatangi Kantor Pemerintah Provinsi Sulsel guna menanyakan kejelasan soal pemekaran Luwu Tengah. Dan dari pertemuan itu, diketahui hasil kajian BPS menyebutkan satu indikator tidak mampu dipenuhi oleh Luwu Tengah. Indikator tersebut yakni soal kelayakan ekonomi yang hanya memperoleh poin 55, sedangkan target poin mengharuskan nilai 60.

Januari 2010, Komisi I DPRD Luwu berkunjung ke DPR RI guna melihat peluang pemekaran Kabupaten Luwu dijadikan usulan inisiatif DPR RI. Namun pertemuan tersebut tetap disimpulkan jika pemekaran Luwu Tengah tetap membutuhkan rekomendasi Gubernur Sulsel sebagai syarat mutlak.

Mei 2010, DPR RI melayangkan surat kepada Forum Pembentukan Kabupaten Luwu Tengah (Fopkalt) melalui surat bernomor DPR RI No LG.01.01/3480/DPR-RI/V/2010 yang ditandatangai oleh Deputi persidangan dan KSAP DPR RI Achmad Djuned yang menyebutkan kekurangan sebelas item syarat administrasi yang harus dilengkapi agar Luwu Tengah masuk dalam pembahasan DPR RI. Salah satunya yakni rekomendasi Gubernur Sulsel.

Juni 2010, Pemprov Sulsel menilai Luwu Tengah belum layak untuk dimekarkan sesuai dengan surat nomor 135/3818/PEMDA yang ditujukan kepada Deputi Persidangan dan KSAP Setjen DPR RI tanggal 15 Juni 2010 yang menyebutkan sesuai kajian Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Luwu Tengah belum memenuhi sejumlah indikator untuk dimekarkan sebagai sebuah daerah otonom. Luwu Tengah batal masuk dalam pembahasan daerah pemekaran di tahun 2010 karena tidak lengkapnya syarat adminstrasi yang harus dilengkapi, salah satunya yakni rekomendasi Gubernur Sulsel.

Juli 2010, Anggota DPRD Luwu, Hafida Rauf Basyuri, mengajukan tiga wacana sebagai opsi alternatif, jika Luwu Tengah gagal terbentuk. Pertama, menggabungkan daerah Walmas ke Kota Palopo. Kedua, menggabungkan Walmas ke Kabupaten Luwu Utara. Dan ketiga yaitu membagi dua wilayah Walmas untuk digabung ke Kota Palopo dan Luwu Utara.

Desember 2010, Pemkab Luwu siap mengusulkan ulang pemekaran Kabupaten Luwu Tengah menyusul adanya respon positif Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan atas pemekaran tersebut.

Juni 2011, tim evaluasi Pemekaran Luwu Tengah dari Badan Pusat Statistik (BPS) mulai melakukan evaluasi pembentukan Kabupaten Luwu Tengah.

Januari 2012, Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo menyerahkan surat rekomendasi persetujuan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan atas rencana Pembentukan Kabupaten Luwu Tengah. Surat  bernomor 135/313/Pemda itu diserahkan kepada Bupati Luwu untuk segera diteruskan ke DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

DPRD Sulsel kemudian menerbitkan Surat Rekomendasi Pembentukan Kabupaten Luwu Tengah Nomor 2 Tahun 2012, dan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 777/II/Tahun 2012 tentang Persetujuan Pembentukan Kabupaten Luwu Tengah (Luteng). Surat ini akan diserahkan ke Menteri Dalam Negeri RI pada 8 Maret 2012.

Juni 2012, Wakil Bupati Luwu, Syukur Bijak menggelar rapat koordinasi (Rakor) persiapan pemekaran Kabupaten Luwu Tengah. Dalam rapat itu, Syukur menegaskan untuk melengkapi seluruh berkas yang masih kurang untuk segera diserahkan ke DPR RI agar masuk dalam agenda pembahasan.

Oktober 2013, Sidang Paripurna DPR RI menyepakati pembentukan 65 daerah otonomi baru (DOB). Tidak ada nama Calon Kabupaten Luwu Tengah yang disebutkan masuk dalam 65 DOB tersebut. Wakil Ketua DPR Arif Wibowo mengungkapkan, permohonan pemekaran daerah Luwu Tengah, Sulawesi Selatan, sudah dicabut dari Komisi Pemerintahan itu (sumber: viva.co.id). Hal itu bermula saat beberapa anggota Komisi II DPR yang berasal dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan meminta pengajuan pemekaran daerah itu ditarik.

November 2019, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bersama Bupati Luwu Basmin Mattayang berencana akan mengajukan diskresi atau kebebasan atas penentuan nasib sendiri wilayah Luwu Tengah untuk menjadi daerah otonom. Keputusan itu disepakati kedua pihak berdasarkan aspirasi masyarakat dan mahasiswa yang menginginkan pemerintah pusat mencabut moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) dan memekarkan wilayah Luwu Tengah menjadi kabupaten. (*)