BUKAMATA - Pandemi Covid-19 membuat ekonomi Indonesia makin terpuruk. Jutaan orang mengalami kesulitan finansial. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini menjadi andalan Indonesia termasuk salah satu yang menerima imbas paling parah. Diperkirakan separo pelaku UMKM di negeri ini mengalami kebangkrutan.
Berdasarkan data yang diolah P2E LIPI, dampak penurunan pariwisata terhadap UMKM yang bergerak dalam usaha makanan dan minuman mikro mencapai 27%. Sedangkan dampak terhadap usaha kecil makanan dan minuman sebesar 1,77%, dan usaha menengah di angka 0,07%.
Pengaruh virus Covid-19 terhadap unit kerajinan dari kayu dan rotan, usaha mikro akan berada di angka 17,03%. Untuk usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan 1,77% dan usaha menengah 0,01%. Sementara itu, konsumsi rumah tangga juga akan terkoreksi antara 0,5% hingga 0,8% (katadata.co.id, 2 Maret 2020).
Padahal, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat strategis dalam perekonomian Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia tahun 2018 menunjukkan jumlah unit usaha UMKM 99,9% dari total unit usaha atau 62,9 juta unit.
UMKM menyerap 97% dari total penyerapan tenaga kerja, 89% di antaranya ada di sektor mikro, dan menyumbang 60% terhadap produk domestik bruto (Kemenkop dan UMKM, 2018).
Pandemi Covid-19 juga membuat jutaan UMKM di Indonesia yang mulai bangkrut. Menurut data Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), pendapatan UMKM sampai turun drastis 70%. Bakan, 40% yang sudah gulung tikar.
"Dampak akibat perpanjangan PPKM level 4 ini sangat berdampak ke masyarakat UMKM kita suka tidak suka mau tidak mau. Kami melihat yang masih bertahan hari ini sekitar 60% dan 40% udah pingsan alias gulung tikar," kata Ketua Komite Tetap UKM dan Koperasi Kadin Indonesia, Sharmila, Kamis (5/8/2021).
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, perpanjangan PPKM membuat 50 persen dari 64,2 juta atau sekitar 32,1 juta pelaku UMKM menutup usahanya.
Selain itu, pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas membuat 88 persen usaha mikro tidak memiliki kas atau tabungan. Akibatnya, mereka kehabisan pembiayaan keuangan. ’’Sekitar 60 persen usaha mikro tercatat juga mengurangi tenaga kerjanya,” ungkapnya.
Padahal, data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menunjukkan, 64,2 juta UMKM tersebut memiliki kontribusi terhadap perekonomian sebesar 61,07 persen. Atau senilai Rp 8.573,89 triliun.
Senada, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun juga menuturkan bahwa 30-an juta UMKM bangkrut. Dari jumlah tersebut, pembiayaan 25 juta UMKM berakhir dengan status NPL (non-performing loan) alias tidak mampu membayar kredit. Sebab, omzet mereka kini hanya 10–20 persen dari kondisi normal.
Nasib Pelaku UMKM di Sulsel
Kondisi serupa terjadi juga di Sulawesi Selatan. Sebagai, pintu utama Indonesia Timur, pelaku UMKM di Sulsel sangat merasakan dampak pandemi Covid-19. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulsel, hingga Senin (11/5/2020), dari total 1,1 juta UMKM yang terdaftar di Sulsel, sebanyak 1.953 diantaranya dilaporkan terdampak Covid-19. Selain itu, ada pula 38 koperasi yang mengalami hal serupa.
Sementara untuk total jumlah pekerja yang terdampak yang dilaporkan itu ada sebanyak 1.891 orang. Sektor usaha terbanyak yang terdampak yaitu kuliner, home industri, bengkel, fashion dan beberapa usaha lainnya.
Untuk mempertahankan UMKM agar tetap hidup, berbagai upaya sudah dilakukan sejumlah sektor. Seperti pemerintah pusat maupun Provinsi Sulsel yang memberikan stimulus. Misalnya di Kabupaten Sinjai, ada sekitar 5.000 UKM yang mendapat bantuan dana Rp200 ribu/bulan. Selain di Sinjai, stimulus kepada UMKM juga diberikan Pemkot Palopo, dan Pemkab Luwu Timur.
UMKM Berbasis Digital
Namun tidak bisa dipungkiri, stimulus tersebut tidak serta merta bisa menolong UMKM. Solusinya adalah UMKM berbasis digital. Pelaku UMKM harus terus dilatih dan dididik untuk menguasai teknologi berbasis digital agar produknya dapat dipasarkan secara lokal, nasional bahkan internasional.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi digital dan industri 4.0 di Indonesia menjadi yang tercepat di Asia Tenggara. Sebab Indonesia memiliki startup sekitar 2.193 buah, kelima terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki 5 unicorn dan Indonesia bahkan telah memiliki 1 decacorn.
Kedepan, Kepala Negara itu meyakini industri ini akan berkontribusi pada PDB Indonesia sekitar USD 133 miliar di 2025. Didukung 185 juta penduduk yang memiliki akses internet, terbesar keempat di dunia.
"Kemajuan industri 4.0 akan menjadikan Indonesia top 10 economy global di tahun 2030," jelas Jokowi dalam Pembukaan Hannover Messe 2021, di Istana Negara, Senin (12/4/2021).
Karena itu, UMKM sebagai penopang utama perekonomian di Indonesia harus berkolaborasi dan memanfaatkan perkembangan start-up dengan baik.
Terlepas dari itu, sejumlah problem yang kerap kali dihadapi para pelaku UMKM adalah sulitnya produk UKM bersaing karena masih rendah kualitas produk, harga yang tinggi dan kurangnya modal untuk mengembangkan usaha.
Seperti yang dialami sejumlah pelaku UMKM yang berjualan di Pasar Cidu, Jalan Tinumbu Kota Makassar. Beberapa diantaranya terpaksa menutup usahanya lantaran tidak bisa berhatan di tengah gempuran Pandemi Covid-19. Namun ada pula yang tetap bertahan karena sudah memiliki pasaran yang kuat, dan tentunya karena yang produk yang dijual unik dan harganya terjangkau.
Umumnya, mereka yang berdagang disitu bermodalkan nekat. Sebab diketahui, hampir setiap hari pasar tersebut ramai dikerumuni warga Kota Makassar. Keadaan itu dimanfaatkan para pelaku UMKM untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
"Kalau menjual disini (Pasar Cidu), harus sesuatu yang unik. Karena kalau sama semua jualannya, tidak laku. Makanya ada beberapa teman (tenant) itu terpaksa tutup, padahal itu misalnya baru 3 atau 4 bulan baru menjual," kata Sakinah, salah satu pelaku UMKM yang menjual Es Buah Prasmanan.
"Orang kalau menjual sebenarnya modal 2-3 juta sudah bisa. Tapi untuk bertahan itu yang susah. Apalagi bagi mereka yang jualannya kurang laku, pasti kesulitan dalam modal setiap hari," sambungnya.
Berkaitan dengan kondisi tersebut, peranan lembaga jasa keuangan, baik perbankan maupun lembaga jasa keuangan lainnya masih perlu mengoptimalkan untuk membantu mendorong sektor ekonomi ril, dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satu upaya tersebut dengan penyaluran Kredit Usaha rakyat (KUR).
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sulsel, Malik Faisal mengatakan, UMKM di Sulsel yang memanfaatkan layanan digital perbankan hanya sekitar 96.000 UMKM. Jumlah itu hanya 8 persen dari total 1,2 juta unit UMKM yang tersebar di 24 kabupaten/kota.
“Tahun ini, kami targetkan bisa meningkat jadi 120.000 unit usaha. Karena itu kami terus mendorong agar UMKM bisa go digital tidak saja dalam akses layanan perbankan tapi juga dalam memasarkan produknya,” katanya belum lama ini.
Tidak hanya itu, menurut Malik, UMKM di Sulsel yang memanfaatkan program kredit usaha rakyat (KUR) pemerintah juga minim. Tercatat hanya 255.430 debitur UMKM di Sulsel memanfaatkan KUR .
“Realisasi KUR di Sulawesi Selatan sampai Oktober 2020 mencapai Rp6,3 triliun atau 112 persen melampaui target yang sebanyak Rp5,62 triliun. Tahun ini kami harapkan Rp7,6 triliun bisa tercapai,” ungkapnya.
Dinas Koperasi dan UKM Sulsel menargetkan penyaluran KUR tahun ini meningkat. Seiring pemulihan ekonomi nasional dan perpanjangan program subsidi bunga KUR khusus jadi hanya 3 persen selama enam bulan.
“Kebijakan ini bisa mendorong pelaku UMKM di Sulsel berlomba mengakses KUR . Apalagi plafon KUR secara nasional tahun ini naik dari sebelumnya Rp220 triliun jadi Rp253 triliun. Target penyaluran KUR Sulsel pada 2021 juga naik 15 persen dari 2020,” katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Koperasi dan UKM Sulsel, dari total 64 juta UMKM di Indonesia, yang memanfaatkan sistem digital baru 13 persen atau sekitar 8 juta saja. Sedangkan untuk wilayah Sulsel, dari 1,2 juta UMKM yang terdata di Dinas Koperasi dan UKM Sulsel, baru sekitar 8 persen yang melek digital atau sekitar 960 ribu unit usaha.
BERITA TERKAIT
-
Menko Perekonomian Saksikan Akad Massal 800 Ribu Debitur KUR, Sulsel Hadirkan Seribu Pelaku UMKM
-
Pemprov Sulsel Buka Pendaftaran Sertifikasi Halal Gratis untuk UMKM, Tersedia 2.344 Kuota
-
UMKM Raup Untung di Latber Trail Adventure Bhayangkara Selayar 2025
-
Apindo Minta Pemerintah Tunda Pajak E-Commerce
-
Hadapi Persaingan Pasar, UMKM Makassar Didorong Melek Digital