Ririn : Kamis, 20 Mei 2021 18:57
Para dokter di Gaza menyalati Dr Ayman Abu al-Ouf. Foto: Twitter

BUKAMATA - Pekerja medis dan organisasi kesehatan mengecam pembunuhan dua dokter senior dalam serangan Israel di daerah kantong Palestina yang terkepung.

Para korban adalah seorang ahli saraf dan penyakit dalam, dan bekerja di rumah sakit terbesar di Gaza. Kematian mereka semakin memperburuk kekurangan staf medis dan ahli di Jalur Gaza, akibat dari blokade selama 14 tahun.

Dr Ayman Abu al-Ouf, kepala penyakit dalam di rumah sakit Al-Shifa, tewas bersama dengan anggota keluarganya dalam serangan rudal pagi hari di distrik al-Wehda di Gaza pada hari Minggu.

Pemboman itu menewaskan sedikitnya 33 warga sipil dan membuat penyelamat memilah-milah puing-puing gedung apartemen untuk menemukan korban selamat.

"Ini mengejutkan saya dan seluruh komunitas medis," kata Dr Osaid Alser, mantan mahasiswa al-Ouf yang juga magang bersamanya di Al-Shifa, kepada Al Jazeera. "Dia adalah salah satu dokter penyakit dalam paling senior di Gaza ... Itu berarti kerugian besar bagi komunitas medis."

Yang kedua adalah Dr Mooein Ahmad al-Aloul, seorang ahli saraf psikiatri berusia 66 tahun. Ia juga tewas di rumahnya selama serangan al-Wehda pada Minggu pagi.

Saudaranya, Mazen al-Aloul mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Dr Mooein ppernah belajar di Mesir dan Prancis, lalu bekerja di Arab Saudi sebelum kembali ke Gaza. Dia telah bekerja di klinik khusus sebelum kematiannya.

Putri Dr Mooein yang berusia 25 tahun, Aya, berbicara dengan Al Jazeera melalui telepon dari rumah sakit, mengatakan dia dan ibunya sedang dalam pemulihan dari luka pecahan peluru di sana.

“Tanpa peringatan,” katanya, “mereka mengebom rumah kami.”

Serangan Israel di Gaza sekarang memasuki hari ke-10, dan telah menewaskan sedikitnya 227 warga Palestina, termasuk 64 anak-anak. Sekitar 1.500 lainnya terluka.

Di tengah situasi genting, Palestina masih kekurangan tenaga medis, terutama di Gaza. Kini banyak orang yang mengandalkan kelompok bantuan internasional untuk perawatan medis.

Jack Byrne, direktur organisasi Anera untuk negara Palestina, yang mendukung infrastruktur medis di wilayah Palestina yang diduduki, mengatakan mereka yang tewas baru-baru ini adalah "orang-orang yang keahliannya sangat dibutuhkan di Gaza, di mana blokade itu menguras otak dan mencegah dokter menghadiri konferensi internasional untuk mempelajari tentang kemajuan terbaru di bidang mereka."

Dia juga mengutuk serangan Israel yang membatasi akses ke layanan kesehatan yang ada, termasuk pemboman jalan utama menuju rumah sakit Al-Shifa pada hari Minggu dan gedung-gedung di dekatnya.

"Serangan udara menghalangi akses ke rumah sakit terkemuka di Gaza, yang menyediakan hampir 70 persen layanan medis publik di Gaza dan hampir 90 persen layanan medis darurat," kata Byrne pada Al Jazeera.

Doctors Without Borders (MSF) mengatakan pada hari Minggu bahwa sebuah klinik yang memberikan perawatan trauma dan luka bakar telah terkena rudal Israel di Kota Gaza.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada hari Senin pengujian dan vaksinasi Covid telah terpengaruh parah dan meminta agar petugas kesehatan dan fasilitas medis dilindungi.

"Dalam eskalasi konflik baru-baru ini, puluhan insiden yang melibatkan petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan telah terjadi," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan.

"Selain itu, pengujian dan vaksinasi COVID-19 telah sangat terpengaruh," katanya, memperingatkan bahwa "ini menciptakan risiko kesehatan bagi dunia secara keseluruhan."