JAKARTA, BUKAMATA - Pesawat nahas Sriwijaya Air SJ182, take off dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta, menuju Bandara Soepadio Pontianak, Kalbar. Ada 50 penumpang, 12 kru. Di antara penumpang, ada 40 orang dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi.
Di antara penumpang, ada Ketua PB HMI 2015-2017, Mulyadi P Tamsir. Dia menempati kursi 12A. Di sebelahnya, 12B ada istrinya, Makrufatul Yeti Srianingsih. Kemudian di seberang, 12C dan 12D, masing-masing ditempati mertuanya, Khasanah dan Andi Syifa Kamila.
Dinding media sosial Mulyadi banjir ucapan duka, juga doa untuk pasangan yang baru menikah November 2020 lalu itu. Juga untuk keluarganya. Mereka rata-rata dari komunitas hijau hitam, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi yang membesarkan Mulyadi. Mereka berharap ada keajaiban, Mulyadi dan penumpang lain bisa ditemukan dalam keadaan selamat.
Baca Juga :
Salah satu ucapan duka datang dari Ketua PB HMI 2013-2015, Muhammad Arief Rosyid Hasan. “Rombongan 4 orang, an Mulyadi P Tamsir, Makrufatul, Khasanah, Andi Syifa Kamila, Seat Number 12 A, B, C, D. Ya Allah mohon doaanya selamat dunia akhirat,” tulis Rosyid di media sosialnya.
Rosyid mengatakan, Mulyadi sempat melakukan tes swab PCR di klinik miliknya, Medilab, pada 7 Januari lalu. “Kami lagi coba kontak enggak ada yang masuk. Kemarin memang tes PCR sebelum berangkat di klinik saya,” kata Rosyid.
Saat ini, Rosyid juga turun ke lokasi. Dia mewakili kerabat Mulyadi, mencoba mencari tahu detik demi detik perkembangan pencarian para korban.
Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hilang kontak pada pukul 14.40 WIB kemarin. Pesawat Boeing 737-500 dengan nomor penerbangan SJ182 itu terbang dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta menuju Bandara Supandio, Pontianak.
Namun baru beberapa menit mengudara, pesawat kehilangan kontak. Jubir Kemenhub, Adita mengatakan, Jakarta Approach sempat melihat pesawat berbelok dari jalur. Pihak Jakarta Approach berusaha mengonfirmasi jalur yang melenceng. Namun pesawat sudah tidak muncul di layar.
Sekjen Federasi Pilot Indonesia, Captain Setiaji DW menduga pesawat mengalami problem control sehingga berbelok arah. Pada saat itu, pilot dan kopilot berusaha mengendalikan pesawat sehingga belum mengirimkan sinyal bahaya.
"Prosedurnya kan memang harus sedapat mungkin mengendalikan dulu pesawat baru mengirim sinyal bahaya. Diduga saat itu, pesawat sudah lost control, sehingga langsung terjatuh tanpa sempat mengirimkan sinyal bahaya," ujar Setiaji seperti dalam wawancara dengan TVOne.
Pesawat diduga jatuh di Kepulauan Seribu. Tepatnya di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki. Kedalaman laut di lokasi antara 13 meter hingga 15 meter. Beberapa serpihan yang diduga dari pesawat, sudah ditemukan tim pencari dari Basarnas, TNI, Polri, serta nelayan sekitar.